Penurunan Tanah di Probolinggo 2-3 CM Per Tahun
Jum'at, 19 Januari 2024 - 18:03alfikr.id, Probolinggo-Bencana banjir rob yang melanda pesisir Kabupaten Probolinggo kian mengkhawatirkan. Dalam sebulan hampir di setiap pesisir mengalaminya dua kali. Dalam sebulan. Menurut Heri Andreas, peneliti Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB), penyebab utamanya kemungkinan karena pemasukan tanah yang turun (land subsidence) akibat pemanfaatan air tanah. Ia meneliti 112 wilayah kabupaten atau kota yang mengalami penurunan tanah dan banjir rob tersebut.
Dari analisis Andreas, laju penurunan muka tanah di Kabupaten Probolinggo itu berkisar dari 2 sampai 3 cm per tahun, dan ada yang lebih dari itu. Berikut petikan wawancara ALFIKR dengan Andreas soal penyebab umum banjir rob di Indonesia dan penurunan muka tanah di Probolinggo dan apa saja yang bisa dilukakan untuk memitigasinya.
Apa penyebab umum dari banjir rob di Indonesia?
Melihat masifnya banjir rob di Indonesia, termasuk di Probolinggo, yang perlu dijawab adalah apakah air lautnya yang naik atau tanahnya yang turun. Menurut data satelit, permukaan air laut yang naik itu ternyata tidak besar. Hanya 6-7 ml per-tahun. Ada kenaikan permukaan air laut di bawah satu senti per-tahunnya. Sebenarnya masih kecil. Tetapi banjir robnya ke arah yang luar biasa. Berarti tanahnya turun.
Apakah Kabupaten Probolinggo juga mengalami land subsidence?
Untuk wilayah seperti di Kabupaten Probolinggo kami belum pasang sensor insitu di lapangan terkait pengukuran penurunan tanahnya. Jadi kami masih berdasar pada citra satelit. Memang di Kabupaten Probolinggo itu ada turunnya. Tercatat ada yang 2 cm pertahunnya. Ada juga yang 3 cm penurunannya. Tetapi kalau dilihat dari lapangan sepertinya lebih dari 3 cm penurunannya.
Seberapa parah penurunan tanah di Kabupaten Probolinggo?
Kelihatannya kalau ada daerah yang setiap air pasang kebenjiran, seperti dalam sebulan bisa dua kali banjir, itu penurunannya akan lebih besar.
Kenapa bisa begitu?
Kalau banjir rob yang datang ketika air pasang, itu bukan abrasi tetapi inudasi (coatal innudation). Sehingga urusannya tanah yang turun, harus diinvestigasi lebih lanjut.
Apa yang menyebabkan penurunan muka tanah itu?
Kalau dari citra satelit, Kabupaten Probolinggo memang tanah lunak, ada kompaksi tanah lunak. Jadi secara alami turun, efek dari eskploitasi air tanah, itu kemungkinannya bisa memperparah. Sekarang eksploitasi air tanah antara skala industri dan rumahan itu sama. Jadi ada perumahan atau rumah-rumah yang menengah ke atas itu sudah mampu mengeksploitasi air tanah yang kedalamannya cukup dalam. Ditambah industri. Termasuk PDAM sendiri sumbernya kan air tanah meskipun didistribusikan ke masyarakat. Kan di Pulau Jawa sekarang PDAM eksploitasi air tanah untuk didistribusikan. Cuma ya memang harus cek langsung ke lapangan (penyebab pastinya-red).
apakah ada dampak juga dari pengkaplingan pesisir menjadi tambak udang?
Bisa saja. Di beberapa tempat, tambak itu mengeksploitasi air tanah karena untuk membuat airnya payau. Air lautnya ditambah air tanah. Ada kejadian di Pantura yang seperti itu. Itu menyebabkan (tanahnya) turun.
Apakah bisa dikatakan land subsidence sebagai penyumbang terbesar banjir rob?
Iya. Itu sudah terkonfirmasi. Seandainya tidak ada land subsidence. Maka seal level rise (kenaikan permukaan air laut) belum memberikan efek seperti yang kita saksikan saat ini.
Apa bukti yang menguatkan soal ini?
Jadi, dari model yang kami buat, kondisi hari ini tidak bisa dijelaskan oleh seal level rise (kenaikan muka air laut) seperti yang terjadi di Pakalongan dan Demak. Itu hanya bisa dijelaskan jika tanahnya turun. Setelah kita investigasi memang tanahnya ya turun. Logika sederhananya, jika terjadi banjir rob hari ini (di suatu daerah), pasti (karena) muka tanahnya turun.
Ada beberapa warga yang kemudian direlokasi karena rumahnya tergenang air rob...
Saya pastikan itu bukan efek seal level rise. Tersangkanya itu penurunan tanah atau abrasi. Tetapi kalau abrasi tidak mengikuti kontur, berarti bukan abrasi, tapi inudasi atau rob. Kalau abrasi itu pasti diikuti sedimentasi sehingga tidak akan tiba-tiba hilang sampai satu kilometer. Kemungkinan besar itu inudasi akibat penurunan tanah.
Apa yang bisa dilakukan untuk memitigasi dampak penurunan tanah itu?
Sebenarnya laju penurunan tanah bisa di kurangi. Bahkan di luar negeri bisa di hentikan. Kalau di luar negeri bisa, harusnya kita bisa. Minimal mengurangi laju. Tapi tentunya harus dipastikan dulu ini akibat eksploitasi air tanah. Untuk solusi jangka panjang itu water management (manajemen sumber daya air) yang lebih baik kedepannya. Kalau di luar negeri, obatnya ya water management.
Kalau dalam kasus di Indonesia, apakah solusinya juga sama?
Kalau di kita, datanya belum maksimal. Baru dilihat dari satelit, belum dipsang sensor di lapangan. Ketika mau dipasang, siapa yang mau pasang? Belum jelas (siapa yang bertanggung jawab, red) tugas pokok dan fungsi serta anggarannya. Kalau dirunut lagi ternyata regulasinya belum ada. Sehingga pusat dan daerah bisa saling menyalahkan.
Bagaimana soal narasi perubahan iklim yang digaungkan pemerintah?
Kalau berbicara perubahan iklim kan sea level rise itu dampak perubahan iklim. Jadi menyalahkan perubahan iklim itu tidak relevan untuk saat ini. Kalau bicara 50 tahun ke depan, bisa jadi karena perubahan iklim akan lebih segnifikan. Ditambah dengan penurunan tanah. Potensi tenggelam akan makin nyata.
Sumber: Majalah ALFIKR edisi 34
Penulis: Abdul Haq