Menggagas Kepemimpinan Nasional yang Efektif
Jum'at, 02 Februari 2024 - 02:56alfikr.id, Probolinggo- Sudah satu setengah dasawarsa sejak tumbangnya rezim otoriter orde baru,
bangsa Indonesia menjalani era reformasi. Dalam kurun waktu tersebut telah
terjadi lima kali pergantian kepemimpinan nasional. Di samping itu juga telah
dilakukan berbagai perubahan perundang-undangan termasuk yang terkait dengan
sistem rekrutmen kepemimpinan, dari pemilihan tak langsung menjadi pemilihan
langsung oleh rakyat, yang tentunya dengan cost yang cukup tinggi baik
secara ekonomi maupun sosial.
Namun setelah hampir dua dasawarsa masa reformasi tersebut, apa yang
menjadi cita dan tujuan nasional bangsa yakni terciptanya kehidupan masyarakat
yang adil dan makmur, sejahtera lahir batin di bawah lindungan dan ridho Allah
tidak juga tercapai. Bahkan melihat kondisi bangsa kita dewasa ini tampaknya
tidak semakin dekat menuju cita-cita dan tujuan nasional tersebut, bahkan
semakin jauh.
Hal ini dapat dilihat dari semakin maraknya perilaku korupsi yang melanda
kehidupan bangsa dalam semua sektor dan level kehidupan mereka, bersamaan
dengan semakin lemahnya penegakan hukum yang hanya berpihak kepada yang di atas
bukan kepada kebenaran, tajam kepada yang lemah tetapi tumpul kepada yang kuat
sehingga banyak hak-hak rakyat kecil yang tidak terpenuhi bahkan dirampas oleh
orang-orang yang mempunyai power, baik berupa kekuasaan (politik) maupun berupa
kekuatan finansial (ekonomi).
Akibatnya masih banyak terjadi kesenjangan di negara ini. Di satu sisi
banyak orang yang hidup bergelimang kemewahan dengan kekayaan yang melimpah
berupa puluhan bahkan ratusan perusahaan. Di sisi lain banyak orang yang masih
kesulitan hanya untuk mendapat sesuap nasi bahkan menderita kelaparan sehingga
terkena penyakit busung lapar.
Disamping itu banyak koruptor yang merugikan Negara milyaran bahkan trilyunan
rupiah tidak mendapat hukum seberat kejahatannya dan menjalani hukum penjara
hanya beberapa tahun; itupun dengan fasilitas dan hak-hak istimewanya; di
samping jalannya proses hukum yang lamban tidak secepat orang kecil yang hanya
mencuri barang yang sepele. Misalnya dua buah semangka, dengan hukum maksimal
tidak sebanding dengan kecilnya kejahatannya; hanya karena dia orang lemah
tidak punya beking dan tidak bisa menyewa pengacara serta tidak bisa memberi
upeti dan sogokan.
Di sektor pelayanan publik, perilaku korup juga tidak kalah maraknya dalam
bentuk pungutan liar oleh pejabat publik terhadap pihak-pihak yang seharusnya
mendapat pelayanan gratis. Dalam rekrutmen pegawai negeri sudah jamak terjadi
sogok-menyogok kalau ingin diangkat menjadi pegawai negeri. Dan bila si pelamar
jabatan tadi telah menduduki jabatan maka ia akan melakukan apa yang dia alami
kepada orang lain yang membutuhkan pelayanannya.
Di rana politik, perilaku korup merupakan penyakit yang parah dan sulit
disembuhkan karena bersifat masif yang melibatkan hampir semua komponen dan
lapisan masyarakat bangsa ini. Mulai dari rakyat biasa dan pengusaha sampai
kepada para pimpinan dan penguasa, baik eksekutif maupun legislatif bahkan di
yudikatif sekalipun; mulai dari level terendah sampai yang tertinggi. Mulai
dari yang terang-terangan sampai yang terselubung. Praktek perilaku korup di
ranah politik ini bertujuan untuk memperoleh kekuasaan dengan menghalalkan
segala cara mulai yang legal sampai yang ilegal.
Kekuasaan yang sejatinya adalah amanah yang diberikan rakyat dan Tuhan
kepada pejabat (penguasa) dan semestinya secara keseluruhan digunakan untuk
kepentingan rakyat, tetapi kenyataannya telah diselewengkan dengan
menggunakannya untuk kepentingan pribadi, keluarga atau kelompoknya, dengan
membodohi rakyat dengan cara menebar janji-janji kosong, money politik
yang dikemas dalam bentuk sumbangan dan santunan, dan kalau perlu dengan cara
kekerasan dengan menebar teror, baik secara mental bahkan kadang fisik; dan
jika sedang berkuasa dilakukannya ancaman-ancaman dan tindakkan diskriminatif
terhadap orang-orang yang berbeda pandangan yang berada dalam wilayah
kekuasaannya.
Inilah gambaran sekilas tentang kegagalan bangsa ini dalam upaya mencapai
cita-cita luhur nasionalnya. Upaya untuk mengubah keadaan bangsa yang
memprihatinkan ini menjadi lebih baik adalah suatu perjuangan dan kerja besar,
yang kompleks, berat dan rumit, yang membutuhkan kerja keras dan kerjasama yang
sungguh-sungguh serta dedikasi dan pengorbanan dari semua komponen dan seluruh
lapisan masyarakat bangsa ini. Dan untuk sukses dan berhasilnya upaya perubahan
tersebut dibutuhkan kepemimpinan nasional yang unggul dan efektif baik secara
individual maupun kolektif.
Keunggulan-keunggulan yang harus dipunyai seorang calon pemimpin, pertama,
berkepribadian yang baik; antara lain: bersifat adil, jujur, amanah, tidak
egois, peka dan peduli, setiakawan, berani mengambil resiko tapi tidak
sembronot, tegas walau tidak harus keras, tabah dan tegar serta tidak mudah
putus asa dan lain-lain sifat kepribadian yang baik.
Kedua,
mempunyai kemampuan, kelebihan dan kecakapan antara lain: Cerdas (baik secara
intelektual, emosional maupun spiritual), berwawasan luas, terutama yang
berpengalaman, khususnya dalam bermasyarakat dan berorganisasi, lebih-lebih
Yang berpengalaman dalam pemerintahan dan politik, mempunyai pengetahuan dan
ilmu yang memadai, terutama yang menyangkut hidup dan kehidupan manusia, (terampil
dalam berpikir logis, dan dalam berbuat, bergaul, berkomunikasi dan bekerja
sama), PK terhadap situasi dan kondisi diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan, bijaksana (proporsional dalam berpikir, merasa, bertindak dan
memutuskan), dan lain sebagainya yang terkait dengan kemampuan diri. Ketiga,
sehat jasmani dan rohani. keempat diterima dan mendapat dukungan
mayoritas masyarakat (rakyat).
Dari sekian kriteria yang telah diuraikan di atas, kebaikan kepribadian
menempati urutan pertama yang harus diprioritaskan; karena orang yang
berkepribadian jahat cenderung akan menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya.
Setelah itu pertimbangan selanjutnya adalah kemampuan dan kecakapannya. Karena
orang yang tidak punya kemampuan dan kecakapan tidak akan bisa bekerja dengan
baik; bahkan bisa melakukan kesalahan dan kekeliruan yang fatal dan
membahayakan diri dan orang lain, di samping ia muda dikibuli dan ditipu.
Dua kelompok kriteria ini yang harus benar-benar dikenali dan
dipertimbangkan dalam pemilihan pemimpin, khususnya dalam pemimpin nasional,
baik perorangan seperti kepala negara atau kepala daerah bahkan kepala desa
sekalipun, maupun kepemimpinan kolektif seperti anggota DPR/D maupun DPD agar
tidak salah, yang hanya akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari.
Jika pemilih memang kenal baik dengan calon pemimpin, tidak akan terlalu
sulit menentukan pilihan. Namun permasalahannya tidak mudah mengetahui track
record seseorang, termasuk calon pemimpin walau dia seorang yang terkenal
sekalipun, karena adanya kecenderungan manusia yang selalu ingin menutup-menutupi
aib dan kekurangannya serta menampilkan kelebihan dan kebaikannya.
Karena itu harus berhati-hati serta mencari referensi ketika kita akan memilih pemimpin, termasuk wakil kita di DPR/D maupun DPD, kalau kita tidak ingin bangsa ini mengalami kegagalan dalam usaha mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya. Namun perubahan dan perbaikan keadaan bangsa ini harus kita mulai dari diri kita dan lingkungan terdekat khususnya keluarga kita, sekarang juga, jangan ditunda-tunda. Walau secara bertahap dimulai dari hal-hal yang ada dalam jangkauan kemampuan kita. Akhirnya hanya kepada Allah lah kita memohon dan pasrah serta berserah diri. Karena dialah Yang Maha Penentu dan Maha Kuasa.
Sumber: Majalah ALFIKR edisi 23
Penulis: K.H. Moh. Zuhri Zaini