Refleksi Hari Kemerdekaan Energi Sedunia: Dampak Penggunaan Sumber Energi Fosil

Kamis, 11 Juli 2024 - 20:14
Bagikan :
Refleksi Hari Kemerdekaan Energi Sedunia:  Dampak Penggunaan Sumber Energi Fosil
Penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi [sumber foto: solarkita.com]

alfikr.id, Probolinggo- Penggunaan energi fosil secara berkelanjutan menimbulkan dampak sosial-ekologi bagi masyarakat sekitar. Termasuk, warga yang bekerja sebagai petani dan nelayan turut pula merasakan langsung akibatnya.

Dilansir dari databoks, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2023 menyebutkan, penggunaan energi terbanyak di Indonesia ialah minyak dan batu bara. Dalam pembagiannya, pemakaian minyak mencapai 21,60 persen, sedangkan batu bara sejumlah 25,95 persen. Maka, jika dikumpulkan keduanya sebesar 48 persen.      

Sementara data dari Indonesia Environment & Energi (IEC) menjelaskan, pemanfaatan energi fosil memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pemakaian batu bara, selain menghasilkan polusi udara, juga meningkatkan kadar karbon dioksida. Seperti, proses pembakaran 1 ton batu bara dapat mengakibatkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida.

Peningkatan karbon dioksida di atmosfer bumi, menyebabkan terjadinya pemanasan global. Hal itu dapat dilihat sejak karbon dioksida dilepaskan ke udara dan takaran gas rumah kaca di atmosfer mulai meningkat. Sehingga dampaknya membuat suhu udara menjadi naik serta perubahan iklim yang tidak menentu.

Bukan hanya itu, menurut Wahyu Eka Setyawan selaku Direktur Walhi Jawa Timur mengatakan, perubahan iklim telah memicu penurunan hasil tangkapan nelayan, khususnya nelayan tradisional. Pergantian kondisi alam, kata dia, seperti musim penghujan yang tak menentu, ditambah angin kencang, gelombang tinggi, dan panjangnya musim pancaroba.

“Kondisi ini dapat dilihat dari tidak mampunya nelayan dalam membaca cuaca dikarenakan telah terjadi anomali, sehingga mengakibatkan kacaunya musim tangkap nelayan,” ujar Wahyu, sapaan akrabnya, dikutip dari Majalah ALFIKR terbitan tahun 2021-2022.       

Bagi Wahyu, ekosistem laut turut memperparah hasil tangkapan nelayan. Dia mencontohkan, misal berdirinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Paiton. “Ini menyumbang kerusakan ekosistem laut di sekitar perkampungan nelayan,” jelasnya.

Berbeda hal, dalam buku Melihat Ulang Dampak PLTU terbitan tahun 2022 dituliskan, debu hasil pembakaran batu bara menyebabkan tercemarnya lahan pertanian. Pembakaran itu mencemari lahan dan tanaman, seperti tembakau dan tanaman pangan lainnya.

Termasuk sejak berdirinya PLTU Paiton, disebutkan dalam buku di atas, para petani tembakau di wilayah Bhinor dan Kotaanyar mendapati dampak penurunan kualitas tembakaunya. Daun tembakau berwarna hitam akibat debu hasil pembakaran batu bara.

Situasi ini berdampak pula pada penurunan penghasilan petani yang  disebabkan kualitas panen buruk. Bahkan, biasanya perusahaan rokok Gudang Garam membeli tembakau dari petani Paiton, namun sekitar tahun 2007 sampai 2008 sempat menghentikan pembelian tembakau di daerah itu. Lalu, para petani harus merelakan hasil panennya dibeli oleh produsen rokok lokal dengan harga yang lebih murah daripada pabrik Gudang Garam.

Sama halnya dengan daerah Pacitan, pertanian cengkeh di Desa Ketanggung merasakan pula dampak debu pembakaran batu bara di PLTU Pacitan. Sebabnya, matinya pohon cengkeh dan daun-daunan yang menghitam akibat paparan debu PLTU.

Menurut Deon Arinaldo, Manager Program Tranformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) menjelaskan, penting adanya suatu peta jalan sebagai bentuk penekan biaya dan akibat batu bara sekecil-kecilnya. Butuh data dan analisis mendalam, bagi dia, “Pada setiap unit PLTU di Indonesia,” ungkapnya, dinukil dari mongabay.co.id.

Kajian analisis itu, lanjut dia, mulai dari umur PLTU mengenai kontrak, efisiensi masalah emisi, biaya operasi daripada biaya untuk mempensiunkan PLTU, kesiapan perencanaan sistem ketenagalistrikan, aspek lapangan pekerjaan, dan kemampuan sumber daya manusia.

Selain itu, untuk mengatur peta jalan mempensiunkan PLTU batu bara, terdapat beberapa cara yang harus dipikirkan. “Misalnya, aspek pengalihan pendanaan dan investasi ke energi terbarukan, peralihan tujuan, dan memodifikasi PLTU,” pungkasnya.  

Penulis
Shahib Kholil Rahman
Editor
Khoirul Anam

Tags :