Kadandio: Tari Elastis yang Terancam Punah
Jum'at, 19 Juli 2024 - 20:02Kadandio kaya akan gerakan dan nyanyian. Namun, tarian ini terancam punah sebab sudah tidak mendapat perhatian lagi dari pemerintah. Berikut laporan wartawan ALFIKR La Eni, di Majalah edisi 20.
alfikr.id, Wakatobi- Konon, nama Tari Kadandio
yang lahir di Desa Timu, Kecamatan Tomia Timur, Kabupaten Wakatobi diambil dari
nama La Kadandio, seorang tamu kerajaan yang ditugaskan untuk mengunjungi semua
kepulauan yang ada di Kabupaten Wakatobi. Asal dan tahun berapa kunjungannya
masih belum ada data yang jelas menyebutnya. Namun, bahasa yang dipakai untuk
memujinya adalah bahasa Makassar dan bahasa pujian tersebut sudah dijadikan
nyanyian dalam Tari Kadandio.
“Tidak ada kejelasan
sejarah dalam kunjungan La Kadandio, sebab yang tersisa hanyalah nama dan untuk
melestarikan pujian untuknya dijadikan nyanyian dalam Tari Kadandio,” kata Hj
Hakimah, pengampuh Tari Kadandio.
Lebih lanjut, beliau
menguraikan bahwa tari ini dulunya hanya sekelompok orang yang melingkari La
Kadandio dan menyanyikan lagu pujian kepadanya. Sehingga tarian ini mengambil
gerakan dan nyanyiannya untuk dijadikan gerakan dan nyanyian Tari Kadandio untuk diabadikan oleh masyarakat Timu agar supaya momen itu tetap diingat oleh
masyarakat Timu khususnya.
Di tempat terpisah,
Mukhtar (pengampunan Tari Sajo Moane) menguraikan, Kadandio adalah tarian yang
sering dijadikan sebagai tarian penghibur tamu kerajaan, sebab tarian ini
diperagakan oleh para wanita-wanita cantik pilihan dari kerajaan Buton.
Tarika Kadandio begitulah
masyarakat Desa Timu sering menyebutnya. Hari ini sering digunakan oleh Rosord
(pusat wisata bahari bawah laut yang ada di pulau Tomia) untuk menghibur para
tamu manca Negara yang berkunjung ke pulau ini. Tarian ini ditampilkan sebagai
bentuk penghormatan untuk menyambut tamu dari luar.
Tari Kadandio bagaikan
tari penghibur lainnya di mana tiap personelnya adalah wanita-wanita cantik
pilihan yang kompeten dalam bidang itu. Namun, Tari Kadandio tidak seperti tari
penghibur yang kita lihat dan sering kita temukan di daerah lain. Memang dulunya
tari ini diperagakan oleh para wanita-wanita dewasa. Namun, sekarang yang
memperagakan tarian ini bukan lagi para wanita-wanita cantik dewasa tetapi yang
memperagakan tarian ini adalah wanita yang masih anak Sekolah Dasar (SD).
Sebenarnya, pengampu
tarian ini lebih senang kalau seandainya para pemeran tarian ini adalah wanita
dewasa. Namun, harapan tersebut pupus seiring dengan perkembangan zaman yang
begitu pesat. Sehingga, kaum hawa yang tergolong dewasa tidak mau lagi untuk memerankan
tarian ini. Bisa dikatakan tidak ada keinginan dari mereka untuk melestarikan
kebudayaan yang mereka miliki.
Tari Kadandio memiliki
keunikan tersendiri, diantaranya, bentuk tarian ini tidak monoton. Dalam artian
gerakan dan bahasa nyanyiannya dapat berubah-ubah. Bahasa nyanyian yang
digunakan disesuaikan dengan gerakan tarian yang akan dipentaskan.
Gerakan dan nyanyian
disesuaikan dengan even, “Gerakan dapat berubah kapan saja, tetapi ruh dan
keaslian lirik lagunya tetap dipertahankan serta lagu pembukaannya tetap yang
lama,” imbuh Hj Hakimah.
Tarian ini saat ini telah
terancam punah, terbukti sejak pementasan terakhir pada tahun 2007 sampai saat
ini tarian ini tidak lagi pernah diperankan oleh masyarakat sekitar. Ada
berbagai faktor yang menjadi penyebab, sekarang minat masyarakat setempat untuk
melestarikan sudah mulai terkikis.
Selain itu, paling
ironisnya lagi tidak ada dukungan dari pemerintah setempat, “Seandainya
pemerintah membuat lomba tari, pasti ada usaha dari masyarakat untuk berlatih
tarian demi mengikuti lomba atau kalau tidak mau membuat lomba tari coba
pemerintah membuat sanggar tari di setiap desa yang mempunyai tari pasti tarian
yang ada di setiap desa yang ada di pulau tomia ini akan terselamatkan dari
bahaya kepunahan,” pungkas Hj Hakimah.