Puncak Kemarau: Potensi Hujan Lebat dan Angin Kencang
Senin, 05 Agustus 2024 - 11:18alfikr.id, Probolinggo- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberi peringatan
dini akan potensi hujan dan angin kencang berskala sedang hingga lebat di 19
wilayah Indonesia. Peringatan itu, dilandasi atas perkiraan terjadinya masa
puncak kemarau mulai dari 27 Juli 2024 kemarin sampai awal bulan Agustus.
Mengutip dari tvonenews.com, Syndhy Indah Pratiwi selaku Prakirawan BMKG
mengatakan, sekalipun secara umum saat ini berada pada puncak kemarau, potensi
hujan dan angin kencang disertai petir berintensitas sedang hingga lebat terjadi
di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur.
Terhitung beberapa wilayah rawan hujan lebat, dia menambahkan, antara lain
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Sellatan, Papua, Papua Barat,
Papua Pegunungan, Papua Barat Daya, Papua Selatan, dan Maluku Utara. “Ini
dipengaruhi oleh gelombang ekoator rosby yang mendukung potensi pertumbuhan
awan hujan di wilayah tersebut,” ujarnya.
Sementara mengenai angin kencang, menurut Benedictus Kushardin, potensi
gelombang tinggi air laut mengalami peningkatan maksimal 2,5 meter. Dia pun
mengingatkan, terkhusus kepada para nelayan supaya mewaspadai angin yang
kecepatannya lebih dari 15 knot (satuan kecepatan) dan gelombang ketinggian di
atas 1,25 meter.
Termasuk beberapa kapal yang harus mencermati potensi angin kencang. Mulai dari
kapal tongkang perlu memperhatikan risiko angin kencang lebih dari 16 knot dan
gelombang di atas 1,5 meter, kapal penyeberangan harus mewaspadai angin kencang
lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter, serta kapal besar
seperti kargo dan pesiar juga perlu bersiap mengantisipasi kecepatan angin
lebih dari 27 knot dan tinggi gelombang di atas 4 meter. “Ini berisiko terhadap
keselamatan pelayar,” kata dia, selaku Prakirawan BMKG, dilansir dari tempo.co.
Proses pengangkatan massa udara dari permukaan bumi ke atmosfer dipengaruhi
karena pemanasan skala lokal. Syndhy Indah Pratiwi menyebutkan, sirkulasi
siklonik (angin puting beliung) membentuk daerah pertemuan dan perlambatan
kecepatan angin. “Hal itu terjadi di sekitar Samudera Pasifik sebelah utara
Papua,” ucapnya.
Terlebih, wilayah Samudera Pasifik sebelah utara dan Laut Cina Selatan,
kata dia, termasuk zona konfluensi. Sehingga, berdampak munculnya potensi angin
kencang di beberapa wilayah, seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua Selatan, Papua Tengah,
dan Papua Barat.
Dilansir dari Kompas.com, Emilya Nurjani selaku pakar Klimatologi
Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan, dalam menghadapi kemungkinan
terjadinya bencana akibat hujan lebat terdapat sejumlah mitigasi yang harus
dilakukan oleh masyarakat. Seperti membersihkan sampah di selokan atau sungai yakni sebagai upaya meningkatkan
volume tangkapan sungai ketika hujan, memperbaiki tanggul beton dan tanggul
alam sungai supaya debit air sungai tidak meluap, dan menerapkan teknologi rain
water harvesting ialah menampung air hujan ke dalam sumur serapan sebagai
simpanan air untuk memenuhi kebutuhan mencuci dan mandi.
“Penting juga memperkuat zona akar tanaman di tebing bukit untuk mengurangi
bahaya longsor di lereng-lereng dengan membangun tebing tembok,” tandasnya.