Aksi Warga Kangean: Kami Tidak Butuh Tambang Migas

Senin, 16 Juni 2025 - 17:38
Bagikan :
Aksi Warga Kangean: Kami Tidak Butuh Tambang Migas
Hasan Basri (baju hitam di atas pickup) bersama massa aksi warga Kangean, Senin (16/06/2025). [alfikr.id/istimewa]

alfikr.id, Kangean - Ratusan warga di Kepulauan Kangean memadati halaman Kantor Kecamatan Arjasa, Kabupaten Sumenep, Senin (16/06/2025). Mereka menggelar aksi penolakan terhadap aktivitas pertambangan minyak dan gas (migas) yang akan dilakukan oleh PT Kangean Energy Indonesia (KEI).

Di tengah kerumunan massa, Hasan Basri, Koordinator Forum Kepulauan Kangean Bersatu (FKKB), menyuarakan aspirasi masyarakat Kangean dengan lantang. “Hidup kita bukan dari tambang, hidup kita bukan dari subsidi pemerintah. Kita hidup dari hasil laut dan bumi,” tegasnya, disambut sorak dan dukungan para peserta aksi.

Bagi masyarakat Kangean, laut dan bumi adalah sumber penghidupan yang telah mereka jaga turun-temurun. Kehadiran eksploitasi migas dinilai tidak hanya mengancam kelestarian lingkungan, tetapi juga mengganggu stabilitas sosial dan ekonomi lokal yang selama ini mengandalkan hasil tangkapan lau.

Sebelum aksi penolakan besar-besaran digelar, PT Kangean Energy Indonesia (KEI) telah melakukan sosialisasi terkait rencana survei seismik di Kantor Kecamatan Arjasa, Kabupaten Sumenep. Namun, proses sosialisasi tersebut justru memicu kekecewaan dan penolakan dari sebagian besar warga Kepulauan Kangean.

Warga menilai sosialisasi yang dilakukan PT KEI tidak transparan dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat secara menyeluruh. Hanya sebagian kecil warga yang diundang, yang dianggap mewakili berbagai unsur masyarakat. Dalam berita acara sosialisasi, pihak-pihak yang hadir di antaranya adalah perwakilan nelayan, pemilik lahan, tokoh pemuda, Kepala Desa Bilis-bilis, unsur Forkopimcam Arjasa, perwakilan PT KEI sendiri, dan sejumlah perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Sumenep.

Menurut warga, keterbatasan peserta yang diundang menunjukkan bahwa proses konsultasi publik tidak berjalan secara inklusif. Suara mayoritas masyarakat, terutama yang berpotensi terdampak langsung, nyaris tidak mendapat ruang untuk menyampaikan pendapat atau keberatan.

Lebih jauh, warga juga menyoroti isi materi sosialisasi yang dianggap sepihak. PT KEI dinilai hanya menampilkan data-data positif terkait kandungan migas di kawasan tersebut, sementara potensi dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan sama sekali tidak diungkapkan secara terbuka. Hal ini menambah kekhawatiran masyarakat, mengingat aktivitas eksplorasi dan eksploitasi migas berisiko merusak ekosistem laut dan daratan yang selama ini menjadi sumber penghidupan utama warga Kangean.

Kekecewaan atas proses sosialisasi inilah yang turut memantik ratusan warga yang tergabung dalam FKKB turun ke jalan menyuarakan penolakan mereka terhadap rencana pertambangan migas di wilayahnya.

Basri menilai survei seismik 3D yang tengah direncanakan PT KEI hanyalah langkah awal dari proses eksplorasi yang akan berujung pada eksploitasi besar-besaran terhadap kekayaan alam Kangean. “Sekitar satu tahun yang lalu, pulau Kangean telah kedatangan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka datang mengincar hasil bumi Pulau Kangean. Karena itu, masyarakat Kangean harus mengusir mereka,” tegasnya.

Lebih jauh, Basri menyatakan bahwa penolakan warga berangkat dari kecintaan mereka pada alam dan lingkungan tempat mereka bergantung hidup selama ini. “Masyarakat Kangean sudah sejak lama menggantungkan hidupnya pada hasil alam pulau Kangean. Sehingga, ketika alam Kangean dirusak oleh pertambangan, masyarakat Kangean yang paling merasakan dampaknya,” tambahnya.

Selain itu, Basri juga menepis keras narasi yang kerap digaungkan pihak perusahaan maupun pemerintah soal janji kesejahteraan dari hasil migas. Menurutnya, segala bentuk iming-iming tersebut hanyalah upaya untuk membungkam suara kritis masyarakat yang selama ini hidup damai dan cukup dengan hasil bumi dan laut Kangean.

“Kita tidak ingin hidup di atas minyak yang katanya mensejahterakan itu,” tegas Basri di hadapan ratusan massa aksi.

Baginya, janji kesejahteraan tidak sebanding dengan ancaman kerusakan ekologis yang akan diwariskan kepada generasi mendatang. Ekosistem laut, lahan pertanian, serta ketahanan hidup warga Kangean dinilainya jauh lebih penting ketimbang sesaat keuntungan ekonomi yang justru lebih banyak dinikmati oleh pihak luar.

Mengakhiri orasinya, Basri kembali menegaskan komitmen perjuangan masyarakat Kangean yang tidak akan pernah surut. “Selama tambang itu tidak diusir, penolakan ini akan terus ada,” pungkasnya.

Penulis
Shahib Kholil Rahman
Editor
Ibrahim La Haris

Tags :