KH. Moh. Zuhri Zaini: Penguasa Khianat Tidak Akan Masuk Surga

Sabtu, 13 Desember 2025 - 12:43
Bagikan :
KH. Moh. Zuhri Zaini: Penguasa Khianat Tidak Akan Masuk Surga
KH. Moh. Zuhri Zaini saat mengisi pegajian setiap sore di Masjid Jami' Pondok Pesantren Nurul Jadid. [Tangkapan Layar YouTube Pondok Pesantren Nurul Jadid]

“Penguasa memiliki tanggung jawab untuk menyejahterakan rakyatnya. Jika berkhianat, maka ia tidak akan masuk surga,” dawuh KH. Moh. Zuhri Zaini dalam pengajian kitab Riyadus Sholihin di Masjid Jami’ Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, yang dilaksanakan setiap sore.

Beliau menjelaskan bahwa sistem kekuasaan di Indonesia terbagi menjadi tiga atau trias politica, yakni legislatif seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), eksekutif seperti presiden, gubernur, bupati, dan kepala desa atau lurah, serta yudikatif seperti Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).

“Allah memberi amanah kepada mereka untuk mengurusi kepentingan rakyat demi kesejahteraan umat. Baik tidaknya rakyat sangat bergantung pada mereka,” ujar beliau.

Kiai Zuhri mengimbau agar amanah yang telah Allah berikan, dijalankan dengan penuh kecermatan. Hal itu penting agar tidak terjadi penyalahgunaan tanggung jawab, karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban kelak.

“Kalau amanah itu tidak disampaikan kepada yang berhak, sehingga banyak urusan rakyat terbengkalai, maka itu namanya berkhianat,” tegas beliau.

Menurut beliau, penguasa yang berkhianat tidak akan mencium aroma surga dan Allah mengharamkannya untuk masuk ke dalam surga. Selain itu, pemimpin yang memberatkan rakyat, menurut sabda Rasulullah SAW, akan diberatkan pula siksanya.

“Penguasa yang mengurusi rakyatnya dengan belas kasih, maka Rasulullah mendoakan agar dikasihani Allah,” tutur beliau, mengutip perkataan Siti Aisyah ketika mendengar sabda Nabi Muhammad SAW.

Lebih lanjut, beliau menyayangkan maraknya orang berebut jabatan hanya untuk mengejar gengsi dan fasilitas seperti gaji, rumah dinas, kendaraan dinas, dan keuntungan lainnya, tanpa memikirkan kepentingan rakyat.

“Padahal andaikan amanah itu dilaksanakan, berat sekali. Terlebih, dosanya menyangkut orang banyak. Itu lebih berat,” jelas beliau.

Kemudian, beliau mencontohkan sikap para sahabat Nabi yang saling menolak menjadi pemimpin setelah wafatnya Rasulullah SAW. Karena khawatir tidak mampu menjaga amanah. Setelah Nabi wafat, Sayyidina Abu Bakar menunjuk Sayyidina Umar bin Khattab sebagai pemimpin.

“Namun, Sayyidina Umar mengembalikannya kepada Sayyidina Abu Bakar. Akhirnya, para sahabat sepakat mengangkat Sayyidina Abu Bakar sebagai penerus Nabi,” pungkas beliau.

Penulis
Moh. Dzikrillah
Editor
Ahmad Rifa'i

Tags :