Pesan Kiai Said Aqil Usai Ngaji Al Hikam di Pesantren Lirboyo
Kamis, 26 Januari 2017 - 17:42KEDIRI, ALFIKR.CO – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. DR. KH. Said Aqil Siroj, hari ini, Kamis (26/1/2017) melebur bersama ribuan santri dan alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur dan kegiatan pengajian rutin Kamis Legi, kitab Al Hikam karangan Syaikh Ibnu Athoillah Assakandari.
Setelah pengajian kitab usai, Kiai Said yang tampak menggunakan baju batik warna biru dengan kombinasi sarung warna biru, menyampaikan sambutan di hadapan para santri dan alumni.
Berikut cuplikan sambutan Kiai Said yang dirangkum oleh Kiai Robert Azmi al-Nganjuki.
Hakikat adalah pondasi, syariat adalah genteng, tembok adalah akhlaqul karimah. Orang berakhlaq baik belum tentu bertasawuf. Rajin ibadah belum tentu hatinya bertasawuf. Tasawuf adalah ilmu hati, kondisinya dan maqamnya atau kedudukannya di depan Allah dekat apa jauh.
Hati manusia terbagi menjadi empat, dan yang terluar yakni, pertama Bashirah, mana baik mana buruk, diteruskan. Kedua Dhamir, moral, akan mengeluarkan dua kata: Kerjakan atau tidak. Dan ini terbagi menjadi tiga: Moral Ijtima'i/lingkungan, misalnya; kalau di depan santri kenceng, kalau tidak ya tidak. Moral Qanuni/legal formal, misalnya, saya mau kerja kalau ada gajinya dan lain-lain. Moral Diniy/agama, seperti Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Baik ada uang atau tidak, ada amplop atau tidak tetep pidato.
Cara mengetahui dhamir ini baik atau buruk "istafti qolbak", tenang baik.
Unsur hari yang ketiga yakni Fuad/hakim, tidak pernah bohong, hati murni, walaupun ngomong tidak mencuri tapi hati tetap tidak bisa bohong. Dan kelak yang ditanyai di akhirat adalah fuad. Kalau pertama diingkari, fuad lama-kelamaan akan lemah bersuara dan akan lantang pada kelak hari kiamat.
yang keempat Lathifah/shoftware, bisa mengakses lauhil mahfudz kalau diizini Allah. Makanya Syaikh Athaillah dawuh, "Gusti Allah tidak mahjub/terhalang-halangi. Tapi sampeyan yang terhalang-halangi." Seperti surat teguran Sayyidina Umar ke Sungai Nil.
Orang pertama yang mendefinisikan Tasawuf adalah Syaikh Ma'ruf al-Karkhi. "Mencari kebenaran dan berpaling dari kepalsuan." Diteruskan Syaikh Dzun Nun, "Sufi adalah orang yang mendahulkan Allah mengalahkan yang lain." Lalu, Syaikh Abu Yazid al-Basthami, "Sifat Allah dipakaikan ke panjenengan, itu baru sufi."
Puncak sufi adalah Imam Junaid, "Sufi adalah orang yg tidak pernah ketinggalan zaman (Ibnu Zamanihi), warnanya seperti air, ditempatkan di mana saja tetap mengikuti tempatnya". Artinya orang sufi adalah orang yang mampu mengikuti semua zaman.
Sebelum mengakhiri sambutannya, Kiai Said mengatatakan semoga pengajian tasawuf tetap ada. Karena itulah yang bisa menanggulangi Wahabi. Setiap orang pasti punya fase, muda biasanya nakal seperti saya dulu. Tapi kalau sudah termakan usia akan berubah dengan sendirinya.
Orang yang jadi paling pinter, paling kuat dan sebagainya, dia akan kesepian kalau spiritualnya tidak ada dan akan lelah menjalani kehidupan, bahkan bunuh diri. Beda kalau sufi, semakin ia tinggi maka semakin dekat dengan Allah dan tidak kesepian.
Kiai Said berkisah, ada seorang pemuda memukul batu seratus kali tapi tidak pecah. Lalu bertemu kiai ndeso yang sudah sangat sepuh, ia berkata, "Coba saya yang pukul."
"Lho emang bisa Kiai?"
"Coba saja..."
Bruaaaakkkkk... Lima kali pukulan ternyata batu itu pecah. Sang pemuda menjadi sangat heran, "Lhoooo,,,, njenengan ternyata sakti!!!"
"Yaaa enggak!!! Sebab batu itu pecahnya pada pukulan ke seratus lima, saya cuma nambah lima saja."
Intinya, jangan pernah putus asa. Seberat apapun rintangan jangan putus asa dengan rahmat Allah Ta'ala.(*)