Ayo Kembangkan Dirimu
Jum'at, 22 Juli 2016 - 13:13JAKARTA, Alfikr.co - Dulu ada teman saya menulis tentang seorang gadis. Gadis itu cantik. Cantik itu hoki. Karena cantik, gadis tadi gampang dapat pekerjaan.
Dengan senyum manis saat wawancara ia diterima bekerja. Dengan keramahannya yang menyenangkan, ia disukai banyak orang. Karirnya meningkat cepat. Ia sukses karena hoki, tulis teman saya tadi. Kebetulan ia juga seorang perempuan.
Saya protes tulisan itu. Gadis tadi tidak hoki. Ia menyadari keunggulannya dan memanfaatkannya. Tapi ia memanfaatkannya dengan benar. Ia tidak menjual kecantikannya dalam pengertian seksual, untuk mendapatkan uang.
Itu saja? Tidak. Bagian ini yang sulit dilihat orang lain. Ia melakukan banyak usaha lain yang tidak disadari orang. Pertama, ia tidak membuat kesalahan dalam bekerja. Ia bekerja benar. Biarpun ia cantik, besar kemungkinan ia akan dibuang kalau terus melakukan kesalahan.
Ia ramah. Tidak mudah untuk ramah itu. Tidak mudah membangun suasana kerja yang menyenangkan. Suasana kerja yang menyenangkan mendorong banyak orang untuk bekerja lebih baik lagi. Tidakkah itu bisa dianggap hal besar?
“OK, lah,” kata seorang gadis yang kebetulan tidak cantik. “Setidaknya ia lebih mudah masuk kerja daripada saya. Ia lebih mudah membangun suasana menyenangkan daripada saya. Tetap saja dia lebih hoki dari saya.”
Kesalahanmu adalah kau mencoba meniru jalan orang yang memiliki kelebihan yang tidak kau miliki.
“Tapi, apa kelebihanku? Aku tak punya kelebihan.”
Itulah masalah terbesarmu. Kau tidak pernah tahu apa kelebihanmu. Karena itu kau tidak pernah memanfaatkannya. Karena itu kau tidak pernah mengembangkannya. Kelebihan yang kau miliki akhirnya hanya jadi sesuatu yang sia-sia.
Seorang perempuan yang sedang bingung mengeluh pada saya.
“Saya harus bekerja, tapi saya tidak punya skill.”
Kebetulan saya tahu, ia menguasai 2 bahasa asing. “Dua bahasa asing yang kau kuasai itu adalah skill yang luar biasa. Banyak orang bisa hidup dengan kemampuan satu bahasa asing. Kau punya dua, kau lebih punya kesempatan daripada dia.”
Begitulah. Banyak orang gagal memahami sukses orang lain, menyandarkannya pada faktor yang tidak bisa diutak-atik: hoki. Ia tidak paham apa keunggulan orang itu. Makanya ia pun tak paham dan tak sadar apa keunggulan dirinya. Ia puas dengan jadi penonton hoki. (*/kps)