Napak Tilas Dakwah Islam di Nusa Penida

Minggu, 29 September 2019 - 00:38
Bagikan :
Napak Tilas Dakwah Islam di Nusa Penida
Aktifitas Perahu di Bibir Pantai Pulau Nusa Penida

Satu-satunya di Pulau Nusa Penida, Klungkung yang warganya bragama Islam adalah Desa Toyapake. Bagaimana sejarah Islam masuk ke Desa Toyapake? Berikut perjalanan kru ALFIKR.

KLUNGKUNG, ALFIKR.CO - Perjalanan menuju Pulau Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, awal Agustus lalu, cukup melelahkan dan penuh tantangan. Melewati pelabuhan Ketapang, Banyuwangi-Gilimanuk, Bali. Kemudian tiba di terminal Ubung, Dempasar Bali, kami mengambil rute menuju Pelabuhan Tribuana, Desa Kusamba, Kabupaten Klungkung, yang menghabis waktu 4 jam pejalanan.

Dari Pelabuhan Tribuanana membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke Pelabuhan Sampalan, Pulau Nusa Penida. Untungnya Kampung Toyopakeh, tujuan akhir kami, dekat dengan pelabuhan itu. Sepanjang perjalanan, riak-riak ombak, keindahan laut berikut pantainya menjadi suguhan pemandangan yang cukup mengesankan.

Secara geografis, Pulau Nusa Penida terletak di ujung Tenggara Pulau Bali, dipisah Selat Badung dan dihimpit Pulau Lembongan dan Pulau Ceningan. Tapi diantara tiga gugus pulau itu, Nusa Penida merupakan wilayah paling luas, yakni 2095 ha. Terdapat 16 desa, dengan jumlah penduduk 46,749 jiwa (8,543kk), Nusa Penida masuk wilayah teritori Kabupaten Klungkung, Bali.

Menurut Muhammad Saikhu Sidik, Sekretaris Desa Toyopakeh, Pulau Nusa Penida di abad ke-18, menjadi tempat tahanan prajurit Dinasti Gelgel, Klungkung-kerajaan yang berkuasa sampai ke Lombok, dibawah kepemimpinan Kerajaan Majapahit-akibat melanggar aturan-aturan kerajaan. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh, prajurut yang diasingkan ke pulau pembuangan itu tetap bertahan. Ada yang mulai bercocok tanam, berprofesi sebagai nelayan dan budi daya rumput laut.

Diantara 16 desa di Pulau Nusa Penida, Desa Kampung Toyopakeh merupakan satu-satunya desa yang semua warganya beragama Islam. Nama Toyapakeh berasal dari dua suku kata yaitu toya dan pakeh. Toya berarti air dan pakeh ialah asin. Jadi Toyapakeh adalah air sumur yang terasa asin.

Berdasarkan monografi Desa Kampung Toyapake Muhammad Saihu Sidik menjelaskan, diperkirakan Islam masuk ke Desa Kampung Toyapake tahun 1800 M. Saat itu datang Raden jum’at, seorang pengelana dari tulung Agung, Jawa Timur dan menetap di pantai Penida (sekarang masuk Desa Sakti).

Sebagai orang yang percaya diri dan tenguh imannya, Raden Jum’at menelusuri pulau Nusa Penida. Terlihat olehnya hutan kecil yang lebat dengan pepohonan besar. Di dalam hutan, suara-suara kera bersahutan, pertanda ada manusia datang. Sapi buas berlarian tunggang langgang.“Beliau menangkap sapi itu, lalu di sembelih menurut syariat Agama Islam dan dijadikan dendeng (dikeringkan) untuk dijual ke pulau Jawa. Begitu seterusnya,” tambah Saikhu pada ALFIKR.

Lambat laun sapi wadakan di Nusa Penida semakin punah hingga tersisa dua ekor. Menurut kepercayaan masyarakat, sepasang sapi itu keramat. Sebab, dari kandungan sepasang sapi itu, lahir ribuan sapi sehingga tidak akan punah walaupun diburuh terus menerus.

Suatu ketika, terdengarlah perbuatan Raden Jum’at oleh Raja Klungkung. Sebab hal itu, ada surat datang dari Raden Jum’at untuk menghadap kepada Raja Kelungkung. Akibat ketidak tauhanya, lontaran kata permohonan ampun kepada Raja Kelungkung pun di ucapkan. Pada saat itu, raja kelungkung memberikan pengampunan kepada beliau dikarenakan kecerdasan Raden jum’at.

“Raja Klungkung berkata bila Raden Jum’at mempunyai keturunan anak laki-laki maka akan diberikan setengah tanah itu menjadi miliknya, namun bila anak perempuan tanah itu akan kuberikan menurut kehendakku,” terang Saikhu.

Seiring perjalanan waktu, akhirnya Raden jum’at mempunyai anak laki-laki yang diberi nama Raden Mustafa. Dan sang raja itu menepati janjinya sesuai kesepakatan awal yaitu setengah tanah di Pulau Nusa Penida akan diberikan kepada Raden Jum’at.

H. Istakmar, tokoh agama Desa Kampung Toyapakeh, memaparkan bahwa Raden Mustafa melanjutkan dakwah ayahnya yang meninggal di Mekah saat menunaikan ibadah haji. Ia mengajarkan agama Islam kepada warga disekitar Klungkung sambil sambil bekerja membuat kopra (daging kelapa yang sudah dikeringkan), lalu dijual ketana Jawa. Abdur Rahman, sekretaris Raja KLungkung juga ikut menyiarkan agama Islam.

Dari Raden Mustafa lahir tiga anak perempuan: Den Ayu Rake, Den Ayu Sri dan Den Ayu Kami. Raden Mustafa dan keturunannya meninggal di Desa Toyapake. Pada saat kematian Raden Mustafa, orang Islam di Nusa Penida semakin banyak. Menyadari hal tersebut, Raja Kelungkung memerintahkan para punggawa (camat) untuk mempersatukan masyarakat Nusa Penida yang beragama Islam ke Desa Toyapake.

Dengan berkumpulnya orang Islam di Toyapake, banyak pedagang Jawa yang menyiarkan agama Islam di Nusa Penida. Menurut tokoh agama, H Istakmar, kebudayaan Islam di Toyapakeh adalah budaya campuran Jawa dan Lombok. “Kebanyakan masyarakat menuntut ilmu ke pondok pesantren  di tanah Jawa,” paparnya.

(Sumber Foto: Heri Yadi)

Penulis
Mushafi Miftah
Editor
M. Risky

Tags :