Refleksi Maulid Nabi Muhammad SAW, Gus Imdad: Jangan Sia-siakan Akal Kita
Kamis, 29 Oktober 2020 - 00:46ALFIKR.CO, PAITON- “Peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW itu mengapa sangat penting dan bahkan dirayakan di seluruh dunia? karena saat itu adalah titik balik bagi kemanusiaan. Bukan hanya kemanusiaan, tapi juga seluruh alam semesta, karena apa? karena Nabi diutus sebagai rahmat, rahmatan lil alamin,” papar Gus Muhammad Imdad Rabbani.
Hal itu Beliau sampaikan saat mengisi pengajian “Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW” di Wilayah Sunan Kudus E Pondok Mahasiswa (Pomas), Pondok Pesantren (PP) Nurul Jadid Paiton, Probolinggo, Rabu malam (28/10/20).
Saat itu, Gus Imdad membuka pengajian dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana tentang Maulid Nabi kepada seluruh mahasiswa santri di Pomas. Ketika para mahasiswa santri menjawab, Beliau pun melanjutkan pembicaraan.
“Nabi Muhammad SAW itu diutus sebagai rahmat. Rahmat artinya kasih sayang, kasih sayang dari Allah SWT untuk semua makhluk,” lanjut Gus Imdad, putera ketiga Pengasuh PP Nurul Jadid, KH Moh Zuhri Zaini.
Beliau menjelaskan, rahmat yang ada pada Nabi Muhammad SAW juga dapat dirasakan oleh semua makhluk, baik tumbuh-tumbuhan, hewan dan lainnya.
“Dalam suatu riwayat dikatakan, ketika Nabi Muhammad SAW berkhutbah biasanya Beliau bersandar pada kayu. Suatu waktu ada salah seorang sahabat yang mengusulkan, bagaimana jika ketika berkhutbah Beliau berdiri di atas mimbar agar jamaah yang berada di belakang juga dapat melihat Beliau,” kisah Gus Imdad malam itu.
Akhirnya Nabi Muhammad SAW menerima usulan tersebut, lanjut Gus Imdad, dan ternyata kayu yang dibuat sandaran Nabi merintih, karena khawatir terpisah dengan Nabi.
Gus Imdad kemudian menegaskan, bahwa jin dan manusia itu berbeda. Karena manusia diturukan ke bumi sebagai mukallaf, yaitu untuk diuji. Sementara alam (makhluk selain jin dan manusia) secara otomatis memiliki rasa kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagaimana kayu yang merintih tersebut.
“Lantas apa yang membedakan antara manusia dan hewan atau tumbuhan?” tanya beliau lagi di sela-sela pengajian. “Akal,” jawab mahasiswa santri saat itu. Gus Imdad pun kembali melanjutkan pengajian.
“Dengan akal itulah kita bisa melebihi malaikat. Kalau kita menggunakan akal kita berbeda dari makhluk yang lain. Maka, makomnya itu seperti makomnya Nabi Adam, malakikat yang diperintah untuk bersujud kepada Nabi Adam,” timpal beliau.
Dalam artianOleh karena itu, Gus Muda yang juga sebagai Kepala Biro Kepesantrenan PP Nurul Jadid ini, menegaskan, seseorang yang dapat mengutamakan akal guna mengendalikan dirinya sendiri, akan dapat mengendalikan nafsunya lalu terhindar dari dorongan syahwatnya.
Namun tidak semudah itu, karena manusia miliki sisi keunikannya sendiri; di satu sisi, dalam diri manusia selalu ada pertentangan, di sisi lain ada panca indra seperti mata dan telinga. Panca indra punya kuwalitas keinginan, insting, sehingga akal lah yang menjadi pembeda dengan makhluk lain, dan lebih mulia dari malaikat.
Kemudian Gus Imdad mengambil contoh dengan adanya pondok pesantren. Menurut Beliau pesantren adalah tempat untuk melatih pengendalian diri paling efektif. Karena, “Dengan adanya Pondok kita bisa berlatih mengendalikan syahwat. Salah satunya, dengan cara mengaji dan mengelola fikiran melalui membaca dan berdiskusi. Hingga, seseorang itu bisa memilih mana yang seharusnya dikerjakan dan ditinggalkan,” ujar Beliau.
Dengan mengaji di pesantren, sambung beliau, seseorang harus juga mengamalkan ilmunya. Semisal dengan berprilaku sopan dan santun. “Karena mengaji di pesantren bukan hanya soal mencari pengetahuan, tapi juga membangun akhlaqul karima (akhlak mulia),” pungkas Gus Imdad kepada seluruh mahasiswa santri.