Islam, Prancis, dan Kebebasan Berpendapat

Senin, 09 November 2020 - 01:20
Bagikan :
Islam, Prancis, dan Kebebasan Berpendapat
Foto: voaindonesia.com

ALFIKR.CO- Munculnya aksi boikot produk Prancis, bermula saat Presiden Prancis, Emmanuel Macron merespon kartun Nabi Muhammad yang dirilis oleh majalah Charlie Hebdo.

Pernyataan Emmanuel Macron soal Islam Radikal pada tanggapannya soal kasus Paty, 16 Oktober lalu cenderung menyudutkan Umat Islam.

Menanggapi hal itu, Muhammad Al-Fayyadl, Mantan Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Prancis tahun 2012-2013 dalam diskusi yang diadakan oleh Jaring.id Minggu siang (08/11/2020), memaparkan polemik yang terjadi di Prancis belakangan ini.

Intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) itu menjelaskan, problem mendasar saat ini minimnya pemahaman tentang konsep kebebasan yang dianut Prancis.

Prancis memiliki konsep kebebasan yang khas serta berlandaskan Hak Asasi Manusia (HAM). Sifat rasional menjadi dasarnya, bukan lagi agama. Menurut Gus Fayyadl, bagi warga negara Prancis menghina agama itu tidak menjadi persoalan asal bukan menghina orang yang beragama.

“Karena mereka menjamin prinsip kebebasan berekspresi artinya jangan sampai hanya karena agama atau karena kepercayaan tertentu di sana tidak boleh orang mengatakan sesuatu. Jadi orang boleh beropini ya bebas,” paparnya.

Disamping itu, pola kebebasan tersebut justru kerapkali mengundang perdebatan. Gus Fayyadl melanjutkan, diskusi yang sehat dan rasional merupakan harapan dari pola kebebasan yang dianut Prancis. “Walaupun hal ini sering kali tidak sesuai dengan kenyataan,” imbuh lulusan Universite Paris VIII

Gus Fayyadl menjelaskan, problem yang terjadi saat ini bukan persoalan Islam, akan tetapi praktek kebebasan tersebut masih belum menemukan format yang ideal Di Prancis.

Kebebasan yang dianut Prancis dalam beberapa hal bertentangan dengan Islam. Misal, dalam hal menghargai dan menghormati orang lain. Islam, lanjut beliau, telah mengajarkan untuk tidak menghina orang lain. Hal tersebut sejalan dengan praktek kebebasan yang dijalankan di Prancis.

Namun, di sisi lain, praktek kebebasan di Prancis yang membenarkan menghina agama justru tidak sejalan dengan Islam. Dalam konsep kebebasan Islam menyandarkan pada ajaran agama.

“Kalau bagi Islam jangankan agama Islam yang dihina, orang menyembah berhala pun tidK boleh dihina hanya boleh dihadapi dengan argumen wajadilhum bil lati hiya ahsan, hadapilah dengan argumen,” jelas Gus Fayyadl.

Dalam pandangan Islam, dua hal itu merupakan sesuatu yang tidak diperbolehkan. Baik menghina agama maupun orang beragama. Menurut Gus Fayyadl, hal tersebut merupakan hentuk pelecehan terhadap fitrah kemanusiaan.

“Tapi di prancis saya kira agak berbeda karena prakteknya disana negara yang dalam soal kebebasan berekspresi menang benar-benar dibuka seluas-luasnya,” imbuhnya.

Selain itu, Gus Fayyadl mengingatkan, soal kebebasan di Prancis kini telah menjadi isu yang dipolitisir oleh beberapa kelompok Islamphobia untuk menyerang agama-agama lain.

Untuk meminimalisir hal tersebut, mestinya, Gus Fayyadl berharap, pemerintah Prancis memberi teguran moral pada Charlie Hebdo.

Meskipun Prancis menjamin hak-hak kebebasan berpendapat dan berekspresi untuk mengkritik bahkan menista agama, akan tetapi hak tersebut mestinya tidak perlu diumbar secara vulgar.

Apalagi, kekuatan-kekuatan politik global saat ini memanfaatkan citra Islam untuk kepentingan politik. Hal ini tentu akan terus memperparah pertarungan di antara kekuatan Islam dan kekuatan yang anti-Islam.

“Padahal umat Islam sebenarnya tidak memiliki keinginan apapun untuk menyerang simbol-simbol Prancis,” harapnya.

Penulis
Andre Dimas Fernando Putra
Editor
Heri Yadi

Tags :