LPBINU Sebut Krisis Iklim Berdampak terhadap Ekonomi hingga Agama

Rabu, 31 Agustus 2022 - 05:23
Bagikan :
LPBINU Sebut Krisis Iklim Berdampak terhadap Ekonomi hingga Agama
Ilustrasi

alfikr.id, Probolinggo-Menjelang puncak kemarau, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo memetakan wilayah rentan kekeringan. Setidaknya ada empat kecamatan yang dipantau secara intens. Hal itu juga dilakukan sebagai bahan pertimbangan mitigasi risiko bencana.

Dilansir dari Radar Bromo, keempat wilayah tersebut antara lain Kecamatan Tegalsiwalan (Desa Tegalsono, Bulujaran Kidul, dan Bulujaran Lor); Kecamatan Wonomerto (Desa Sepuhgembol, Pohsangit Lor, Pohsangit Ngisor, dan Sumberkare); Kecamatan Tongas (Desa Sumberkramat, dan Sumberejo); serta kecamatan Lumbang.

Kepala Staf Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Probolinggo, Aris Setyawan menjelaskan, jika kondisi cuaca bisa berubah dengan cepat.  “Wilayah yang lain juga berpotensi terdampak. Sehingga data yang ada hanya menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan,” katanya kepada Radarbromo, Selasa (30/08/22). 

Aries menyebutkan bahwa wilayah terdampak dapat diketahui sejak Agustus. Menurut Dia, bulan tersebut merupakan puncak musim kemarau. Maka, sudah tidak ada lagi hujan. Cadangan air tanah pun mulai mengecil. Bahkan sampai tidak ada cadangan air bersih.

Kekeringan menjadi salah satu bukti dari perubahan iklim. Berdasarkan penjelasan di Indonesia.un.org, peningkatan suhu terus menerus membuat pola cuaca berubah dan mengganggu keseimbangan alam. Kondisi tersebut dapat memicu risiko bagi makhluk hidup yang menempati bumi. 

Perubahan Iklim turut mengubah ketersediaan air yang dapat memicu kekeringan di berbagai wilayah. Pemanasan global juga bisa memperburuk kekeringan di wilayah yang telah mengalami kesulitan air.

Sebuah studi di Amerika Serikat menemukan bahwa pemanasan global yang disebabkan manusia menyumbang lebih dari 40 persen intensitas musim kemarau. seperti penelitian yang diterbitkan jurnal Nature Climate Change, yang dilansir Straits Times, (15/2/2022).

“Tanpa perubahan iklim antropogenik, kekeringan pada pergantian abad ke-21 tidak akan berada pada lintasan jalur kekeringan separah ini,” tutur sang peneliti, Dr Park Williams, seorang profesor di University of California di Los Angeles.

Berkaca pada kondisi itu, aktivis Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBI PBNU), M Ali Yusuf, mengatakan jika penanggulangan perubahan iklim harus menjadi fokus bersama.

“Perlu upaya kuat dan masif serta kontribusi dari semua pihak untuk meningkatkan pengetahuan dan awareness terkait risiko bencana juga risiko iklim,” ungkapnya dikutip dari NU Online, Selasa (30/8/2022).

Ketua Umum Humanitarian Forum Indonesia (HFI) itu menilai, kalau perubahan iklim tidak disikapi dengan baik. Maka, bencana hidrometeorologi atau bencana iklim akan berdampak negatif terhadap pembangunan bahkan peradaban.

“Risiko bencana dan iklim tidak hanya akan mengganggu dan merusak hasil-hasil pembangunan, tetapi juga mengancam peradaban,” tegas Ketua Umum Humanitarian Forum Indonesia (HFI) itu.

Tak hanya itu, menurutnya bencana terkait iklim juga berdampak terhadap perkembangan ekonomi, sosial, bahkan agama. “Dan yang paling berat dampaknya adalah kehilangan nyawa,” tandasnya.

Oleh karena itu, Ali meminta agar semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah bisa saling bergandengan tangan melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

“Semua pihak harus aware bahwa saat ini dan ke depan tantangan riil yang dihadapi adalah semakin banyak dan berkembangnya risiko-risiko. Khususnya terkait bencana dan iklim di mana dampaknya sudah mulai terasa sejak 1 dasawarsa terakhir,” harapnya.

Penulis
Abdul Razak
Editor
Adi Purnomo S

Tags :