Kisah Perjuangan Emansipasi Perempuan Kartini
Minggu, 11 September 2022 - 02:27alfikr.id, probolinggo - Raden Ajeng Kartini merupakan salah satu tokoh emansipasi perempuan Nusantara. Lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879, dia merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ariososro Ningrat—salah satu seorang patih yang menjabat sebagai Bupati Jepara—dan ibu M.A Ngarasih.
Kartini
pernah mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS), Sekolah
Dasar (SD) milik Belanda. Setelah tamat, dia mempunyai inisiatif untuk
melanjutkan pendidikannya. Sialnya, keinginan itu kandas. Kala itu, tradisi Jawa
melarang perempuan untuk menempuh pendidikan tinggi.
Dalam
tradisi Jawa, ketika perempuan sudah umur 12 tahun harus menjalani masa
pingitan menjelang pernikahan. Kala Kartini berusia 16 tahun, dia langsung melakukan perubahan. Contoh
kecilnya, saat sang adik perempuan bernama Roekmini dan Kardinah, tidak perlu
memberikan hormat berlebihan hingga berjongkok atau membungkuk ketika
berhadapan dengan Kartini.
Tahun
1903, dia pun menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Adiningrat. Suaminya,
sangat mendukung cita-cita Kartini dan selalu mengerti keinginan istrinya.
Salah satunya yakni impian Kartini untuk mendirikan sekolah bagi kaum
perempuan. Alhasil, berkat dukungan sang suami,
berdirilah sekolah itu yang berlokasi di sebelah timur pintu gerbang
kompleks kantor Kabupaten Rembang. Sekarang sekolah itu berubah menjadi gedung pramuka.
Idenya
untuk memajukan pemikiran atau emansipasi perempuan, terinspirasi dari pelbagai
buku, koran, dan majalah Eropa yang sering dia baca. Pada saat
itu pemikir perempuan Eropa mengalami kemajuan.
Perhatiannya
juga tidak hanya terbatas pada problamatika emansipasi
perempuan, tetapi juga pada masalah sosial lainnya. Dia ingin melihat agar perempuan memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan di depan hukum.
Seperti
yang sudah kita ketahui, perempuan Jawa dilarang untuk mendapatkan pendidikan
tinggi. Kecuali perempuan bangsawan. Kartini ingin membuktikan bahwa perempuan
juga bisa memperoleh pedidikan yang setara dengan laki-laki.
Keinginan dan mimpi Kartini itu tertuang dalam salah satu surat untuk temannya di Belanda, Stella Zeehandeelar, pada 23 Agustus 1900. “Ingin hatiku hendak beranak, laki-laki dan perempuan, akan ku didik, ku bentuk dengan kehendak hatiku. Pertama-tama akan ku buangkan adat kebiasaan yang buruk, yang melebih-lebinkan anak laki-laki dari pada anak perempuan.”
Berkat
perjuangan R.A Kartini, kedudukan perempuan pada saat itu berubah. Perempuan
Jawa bisa mendapatkan Pendidikan layak dan mendapat kebebasan bekerja di luar
rumah tangganya, seperti yang para perempuan rasakan sekarang.