Penjelasan Maulid Nabi Muhammad Saw Menurut Ulama 4 Madzhab

Jum'at, 30 September 2022 - 12:15
Bagikan :
Penjelasan Maulid Nabi Muhammad Saw Menurut Ulama 4 Madzhab
Ratusan anak yatim bersama jamaah zikir makan bersama pada acara Maulid Nabi Muhammad SAW. SERAMBI/BUDI FATRIA

alfikr.id, Probolinggo – Bulan Rabiul Awal merupakan salah satu bulan istimewa dalam kalender hijriyah. Pada 1400 abad lalu lahir manusia terbaik yang diutus oleh Allah Swt ke dunia tepatnya Senin 12 Rabiul Awal 576 M, baginda Nabi Muhammad Saw dilahirkan dari pasangan Sayyid Abdullah dan Sayyidah Aminah Radliya Allahu 'anhuna. Rabiul Awal 1443 Hijriyah jatuh pada hari Sabtu Pahing, 8 Oktober 2022 tahun 2022.

Pada Kelahiran baginda Rasulullah akan dirayakan oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia. Berbagai kegiatan untuk memperingati dilakukan dengan berbagai cara.

Nabi Muhammad sendiri juga memperingati kelahirannya dengan berpuasa di hari Senin. Ketika ditanya oleh sahabat, "Kenapa engkau berpuasa ya Rasul? aku berpuasa karena di hari itu aku dilahirkan dan di hari itu pula aku mendapatkan wahyu pertama kali," jawab Nabi.

Para ulama 4 madzhab juga memberikan penjelasan mengenai maulid nabi tersebut. Menukil islam.nu.or.id, berikut penjelasnnya:

Al-Imam al-Suyuthi dari kalangan ulama' Syafi'iyyah mengatakan: 

  الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ ابُ لَيْهَا احِبُهَا لِمَا النَّبِيِّ لىَّ اللهُ لَيْهِ لِهِ لَّمَ ارِ الْفَرَحِ الْاِسْتِبْشَارِ لِدِهِ الشَّرِيْفِ   

“Perayaan maulid termasuk bid'ah yang baik, pelakunya mendapat pahala. Sebab di dalamnya terdapat sisi-sisi yang mengagungkan derajat Nabi Saw dan menampakan kegembiraan dengan waktu dilahirkannya Rasulullah Saw”.   

Dalam kesempatan yang lain, beliau mengatakan: 

  لَنَا ارُ الشُّكْرِ لِدِهِ لىَّ اللهُ لَيْهِ لِهِ لَّمَ الْاِجْتِمَاعُ امُ الطَّعَامِ لِكَ الْقُرُبَاتِ ارِ الْمَسَرَّاتِ  

 “Sunah bagi kami untuk menikmati rasa syukur dengan cara menikmati maulid Rasulullah Saw, berkumpul, membagikan makanan dan beberapa hal lain dari berbagai macam bentuk ibadah dan luapan kegembiraan”.

Dari kalangan Hanafiyyah, Syaikh Ibnu 'Abidin mengatakan:

   اِعْلَمْ الْبِدَعِ الْمَحْمُوْدَةِ لَ الْمَوْلِدِ الشَّرِيْفِ الشَّهْرِ الَّذِيْ لِدَ لىَّ اللهُ لَيْهِ لِهِ لَّمَ   

“Ketahuilah bahwa salah satu bid'ah yang terpuji adalah perayaan maulid Nabi pada bulan dilahirkan Rasulullah Muhammad SAW”.   

Bahkan setiap tempat yang di dalamnya dibacakan sejarah hidup Nabi Saw, akan dikelilingi oleh malaikat dan rahmat serta ridla Allah SWT. Al-Imam Ibnu al-Haj ulama' dari kalangan madzhab Maliki mengatakan:

   ا لٍّ لِدُ النَّبِيِّ لىَّ اللهُ لَيْهِ لِهِ لَّمَ لَّا الْمَلاَئِكَةُ لَ لِكَ الْمَكَانِ اللهُ الَى الرَّحْمَةِ الرِّضْوَانِ   

“Tidaklah suatu rumah atau tempat yang di dalamnya dibacakan maulid Nabi Saw, kecuali lingkungan sekitarnya penghuni tempat tersebut dan Allah memberi mereka limpahan rahmat dan keridloan”.   

Al-Imam Ibnu Taimiyyah dari kalangan madzhab Hanbali mengatakan:

   الْمَوْلِدِ اتِّخَاذُهُ ا لُهُ النَّاسِ لَهُ لِحُسْنِ لِرَسُوْلِ اللهِ لىَّ اللهُ لَيْهِ لِهِ لَّمَ   

“Mengagungkan maulid Nabi dan sebagai hari raya telah dilakukan oleh sebagian manusia dan mereka mendapat pahala besar atas tradisi tersebut, karena niat baik dan karena telah mengagungkan Rasulullah Saw”.   

Bahkan merayakan maulid Nabi bisa menjadi wajib bila menjadi sarana dakwah yang efektif untuk menandingi acara-perayaan lain yang terdapat banyak kemunkaran. Al-Syaikh al-Mubasyir al-Tharazi menegaskan: 

 الْاِحْتِفَالَ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ الشَّرِيْفِ اجِبَا اسِيًّا لِمُوَاجَهَةِ مَا اسْتُجِدَّ الْاِحْتِفَالَاتِ الضَّارَّةِ الْأَيَّامِ.   

“Kejadian maulid Nabi menjadi yang wajib bersifat siyasat untuk menandingi acara-perayaan lain yang membahayakan hari ini”.   

Dari beberapa keterangan di atas dapat dikatakan bahwa Tradisi merayakan maulid Nabi Saw merupakan bid'ah yang baik (disunahkan), meski tidak pernah dilakukan pada zaman Nabi Saw, karena di dalamnya terdapat sisi mengagungkan dan kecintaan kepada Rasulullah Saw. Bahkan, hukum merayakan maulid bisa menjadi sarana dakwah yang paling efektif untuk menghadiri acara-acara yang membahayakan moral bangsa.

Penjelasan disarikan dari Syekh Yusuf Khathar Muhammad, al-Mausu'ah al-Yusufiyyah, juz. 1, halaman 407.

Penulis
Ahmad Efendi
Editor
Adi Purnomo S

Tags :