Penjelasan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari Tentang Maulid Nabi Muhammad Saw
Jum'at, 30 September 2022 - 12:15alfikr.id, Probolinggo – Perayaan maulid Nabi Muhammad Saw yang berbeda-beda dirayakan umat Islam di Indonesia. Bagi masyarakat Yogyakarta dan Surakarta, mereka menamainya sekaten yang berlangsung pada 5 hingga 12 Rabiul Awal. Beda halnya dengan masyarakat Sumatera Barat yang menamai acara tahuan tersebut bernama Bungo Lado.
Namun berbeda dalam merayakan acara tak jadi masalah jika tujuan tidak melenceng dari syariat Islam. Perayaan dilakukan sebagai kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw juga dianjurkan oleh pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari. Sebaliknya, dengan tegas dan tanpa kompromi, Kiai Hasyim menolak dengan sangat keras maulid yang melibatkan unsur kemaksiatan di dalamnya.
Dengan tegas, Kiai Hasyim berkata: perayaan maulid Nabi yang jelas-jelas mengarah pada kemaksiatan wajib ditinggalkan dan haram dilakukan (anna 'amal al-maulid idza adda ila ma'shiyatin rajihatin mitslu al-munkarat wajaba tarkuhu waharuma fi'luhu).
Dilansir majalahnabawi.com, Kiai Hasyim menegaskan bahwa maulid Nabi yang disertai dengan kemungkaran adalah sangat buruk bahkan sangat tercela sekali (anna 'amal al-maulid ma'a fi'li al-munkarat qabiyhun bal aqbah).
Setelah itu, Kiai Hasyim menjelaskan bentuk kemaksiatan itu misalnya permainan yang mengandung unsur judi, musik yang melalaikan manusia dari Allah, berfoya-foya yang menyebabkan seseorang meminum khamr atau melakukan perzinaan, dan termasuk juga pesta pora yang menyebabkan terjadinya ikhtilat antara laki-laki dan perempuan. Maka setiap unsur kemaksitan yang dilarang oleh Allah wajib ditinggalkan dan haram dilakukan, lebih-lebih dalam maulid Nabi Saw.
Dalam kitab Al-Tanbihatul Wajibat, KH. Hasyim Asy'ari (W. 1366 H) mengatakan bahwa peringatan maulid yang diisi dengan bacaan Al-Quran, kisah-kisah kemuliaan Nabi Saw, disuguhi hidangan makanan atau bahkan diiringi dengan tabuhan rebana, termasuk perbuatan yang tidak dilarang dalam Islam. Bahkan banyak para imam dan ulama agar selalu mengadakan peringatan setiap bulan Rabiul Awal, bulan Nabi Saw.
KH. Hasyim Asy'ari dengan tegas mengatakan sebagai berikut;
اَلتَّنْبِيْهُ الْأَوَّلُ يُؤْخَذُ مِنْ كَلَامِ الْعُلَمَاءِ الْآتِيْ ذِكْرُهُ أَنَّ الْمَوْلِدَ الَّذِيْ يَسْتَحِبُّهُ الْأَئِمَّةُ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَرِوَايَةِ الْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِيْ حَمْلِهِ وَمَوْلِدِهِ مِنَ الْإِرْهَاصَاتِ وَمَا بَعْدَهُ مِنْ سِيَرِهِ الْمُبَارَكَاتِ ثُمَّ يُوْضَعُ لَهُمْ طَعَامٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ اا لَى لِكَ الدُّفُوْفِ اعَاةِ الْأَدَبِ لَا لِكَ
“Peringatan pertama. Dikutip dari kutipan para ulama yang akan disebutkan nanti, bahwa maulid yang lebih disarankan oleh para imam adalah kegiatan berkumpulnya masyarakat, dibacanya ayat yang mudah dari Al-Quran, dibacakannya riwayat tentang asal-usul kehidupan Nabi Saw, kejadian istimewa dalam kandungan dan kelahirannya, dan sejarah yang penuh berkah setelah dilahirkan. Kemudian disajikan beberapa hidangan untuk mereka. Mereka menikmatinya dan selanjutnya mereka bubar. Jika mereka menambahkan atas perkara di atas dengan memukul rebana dengan menjaga adab, maka hal itu tidak apa-apa.”
Salah satu tujuan mengadakan peringatan maulid adalah berkumpul untuk membaca shalawat atas Nabi Saw, mengagungkan kedudukannya, dan kebahagiaan dan suka cita di hari dan bulan kelahirannya. Tentu semua ini termasuk perbuatan baik dan terpuji. Bahkan menurut Imam Al-Suyuthi (w. 911 H), suatu janji akan mendapatkan pahala dari Allah karena mengagungkan Nabi Saw di dalamnya.