Laju Deras Inflasi, Negara Berkembang Terancam Resesi Ekonomi
Rabu, 05 Oktober 2022 - 18:15alfikr.id. Jakarta- Kenaikan signifikan inflasi
menjadi catatan serius perekonomian global. Dikutip dari inflationdata.com,
inflasi tahunan dunia telah mencapai 8.26% pada Agustus 2022. Sejumlah negara
maju secara sigap mengambil kebijakan, salah satunya menaikkan suku bunga. Sebaliknya,
sejumlah negara berkembang terancam hadapi resesi ekonomi.
Pada konferensi pers Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang
Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) menyatakan, kebijakan moneter dan fiskal di
negara maju dapat mendorong timbulnya stagnasi global. Namun, berdampak serius
terhadap perekonomian negara berkembang.
“Semua wilayah akan terpengaruh, tetapi bel alarm paling sering
berbunyi untuk negara-negara berkembang, banyak di antaranya mendekati default
utang," kata UNCTAD dalam Laporan Perdagangan dan Pembangunan 2022, dikutip CNBC Internasional, Selasa
(4/10/2022).
Tingginya laju Inflasi global menurut John
Wempi Wetipo, Wakil Mendagri, akan berpotensi besar memunculkan efek domino dan mengakibatkan kemunduran suatu negara.
"Seperti
krisis sosial, penggangguran, harga yang mahal, penduduk yang semakin miskin
krisis keamanan pangan dan energi, bahkan krisis politik," katanya dalam Rapat
Koordinasi Pusat dan Daerah Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Surabaya, Rabu
(14/9/2022)
Selain itu,
dampak penguatan Dolar America Serikat, terjadi pelemahan mata uang rupiah. Sekretaris Jenderal
UNCTAD, Rebeca Grynspan memprediksi, negara-negara berkembang di Asia sedang
menuju resesi ekonomi. Apalagi, bila kebijakan negara-negara maju justru
mengarah pada kenaikan suku bunga.
"Kita masih punya waktu untuk mundur dari tepi resesi. Tidak ada
yang tak terelakkan. Kita harus mengubah arah," ujar Grynspan.
Dalam sebuah catatan baru oleh Capital Economics pada hari Selasa
menggemakan temuan UNCTAD. Penelitian itu menemukan melemahnya performa
industri global akibat inflasi dan kenaikan suku bunga.
"Sisi baiknya adalah bahwa kapasitas cadangan ini akan mengurangi
kekurangan global dan menekan tekanan harga," papar Simon MacAdam, ekonom
global senior Capital.
"Kami kemudian menyerukan campuran kebijakan yang lebih
pragmatis yang menerapkan kontrol harga strategis, pajak rejeki nomplok,
langkah-langkah anti-trust dan peraturan yang lebih ketat tentang spekulasi
komoditas," jelasnya, dilansir dari CNBC
Internasional.