Ratib al-Haddad: Sejarah dan Keutamaannya

Sabtu, 08 Oktober 2022 - 20:09
Bagikan :
Ratib al-Haddad: Sejarah dan Keutamaannya
Ratib al-Haddad karya Abdullah bin ‘Alawi bin Muhammad al-Haddad. [Sumber foto: islam.nu.or.id]

alfikr.id, Probolinggo- Zikir memiliki arti puji-pujian kepada Allah Swt yang diucapkan berulang-ulang. Tujuan utama zikir hanya untuk mengingat dzat yang maha pencipta, dengan berzikir hati kita merasa tenang dan tentram. Sebagaimana yang dijelaskan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ.  

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram” (QS. Ar-Ra’d: 28).

Menukil dari islam.nu.or.id, bahwasanya sebagian para ulama mengamalkan zikir-zikir yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw. Selain itu, zikir-zikir yang disusun ulama terkemuka memiliki sir (rahasia) dan mempunyai faedah tersendiri bagi yang mengamalkannya.

Salah satu zikir yang akrab di telinga masyarakat Islam secara umum ialah Ratib Al-Haddad. Wiridan ini disusun oleh salah satu ulama asal Tarim, Hadramaut, Yaman, yang hidup di masa tahun 1634-1720 yakni Abdullah bin ‘Alawi bin Muhammad al-Haddad. 

Beliau juga dikenal sebagai seorang penulis yang produktif. Karya tulis yang dikenal diperlbagai penjuru dunia diantaranya; an-Nashaih ad-Diniyyah, Risalatul Mu`awanah wal muzhaharah wal Mu`azarah, an-Nafais al-‘Alawiyah fi al-Masa’il as-Shufiyah. 

Tak hanya masyarakat awam saja yang membaca dan mengaguminya, tetapi sebagian ulama menjadikan sebuah pegangan dalam lintas berdakwahnya. Ratib al-Haddad disusun pada tahun 1071 H. 

Bermula dari sebuah permintaan salah satu murid beliau yang bernama Amir dari keluarga Bani Sa`ad yang tinggal di kota Syibam Hadramaut. Tujuan murid meminta kepada beliau, agar menyelamatkan diri dari aqidah Syiah Zaidiyah yang akan mempengaruhi terhadap keyakinan orang awam yang sudah lama berpegang teguh pada aqidah ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah. 

Dilansir pondokhabib.wordpress.com, beliau pun menuliskan wirid-wiridnya yang dikenal sebagai Ratib Al-Haddad. Ketentuan pelaksanaan waktu membaca ratib al-haddad akan dijelaskan sebagai berikut:

“Sebaiknya seorang murid yang sungguh-sungguh membaca ratib ini, terlebih ketika penyusun ratib ini merupakan perantara baginya menuju Allah ta’ala. Membaca ratibul haddad ini setelah shalat isya’ dan subuh adalah cara membaca yang paling sempurna, namun membaca ratib ini satu kali dalam sehari semalam dianggap cukup, yang paling utama dilakukan setelah melaksanakan shalat isya’. Sedangkan di bulan Ramadhan, membaca ratib ini didahulukan dari pelaksanaan shalat isya’” (Syekh Abu Bakar bin Ahmad al-Maliabar, al-Imdad bi Syarhi Ratib al-Haddad, Hal. 55)

Berikut penjelasan faedah membaca Ratib al-Haddad:

“Beberapa faedah Ratib al-Haddad di antaranya, penjelasan yang dikutip dari para ulama yang mensyarahi ratib ini dari penyusun Ratib, Syekh Abdullah bin ‘alawi al-Haddad Radliyallahu ‘anhu bahwa orang yang rajin membaca ratib ini, maka Allah akan menjaga negaranya dari beberapa cobaan dan siksaan. Faedah lainnya, bertambahnya kekayaan, barokah dan kebaikan di rumahnya. Orang yang rajin membaca Ratib al-Haddad setiap hari, maka tidak akan bahaya baginya racun, hewan buas, reptil dan hewan-hewan lainnya. Faedah yang lain dari membaca ratib ini bahwa akan hasil baginya husnul khotimah dan Allah akan memberikan pertolongan baginya untuk mengucapkan kalimat syahadat (di Akhir Hayatnya)” (Syekh Abu Bakar bin Ahmad al-Maliabar, al-Imdad bi Syarhi Ratib al-Haddad, hal. 56).

Penulis
Roheki Mahtum
Editor
Ahmad Efendi

Tags :