Buka Muktamar Fiqih Peradaban Internasional I, Kiai Ma’ruf Amin: Ilmu Fiqih Harus Mampu Menyesuaikan Perkembangan Zaman

Senin, 06 Februari 2023 - 16:48
Bagikan :
Buka Muktamar Fiqih Peradaban Internasional I, Kiai Ma’ruf Amin: Ilmu Fiqih Harus Mampu Menyesuaikan Perkembangan Zaman
Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI) KH Maruf Amin menabuh bedug saat membuka acara Muktamar Internasional Fikih Peradaban I dalam rangka Hari Lahir (Harlah) 1 Abad Nahdatul Ulama (NU) di Surabaya, Senin (6/2/2023). [Sumber: LTN PBNU/Saiful Ama

alfikr.id, Surabaya- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), menyelenggarakan Forum Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I yang bertajuk 'Membangun Landasan Fiqih untuk Perdamaian dan Harmoni Global' bertempat di Hotel Shangri-La, Surabaya, Senin (02/06/23).

Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) KH Ma'ruf Amin, turut hadir di tengah-tengah acara. Secara khusus, Kiai Ma'ruf Amin dipercaya untuk membuka pagelaran akbar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I secara simbolis yang ditandai dengan pemukulan bedug. Pembukaan itu didampingi langsung Mustasyar PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri, Rais 'Aam KH Miftahul Akhyar, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, dan Wakil Grand Syeikh Al Azhar.

"Bismillah. Muktamar Internasional Fiqih Peradaban resmi saya buka,” tegas Kiai Ma'ruf.

Dalam sambutannya Kiai Ma'ruf mengatakan, bahwa ilmu fiqih harus mampu mengatasi dinamika masyarakat dan perkembangan zaman. 

“Ilmu fiqih harus dapat menyesuaikan dan berkarakteristik dinamis menghadapi perkembangan zaman,” kata Kiai Ma'ruf.

Keniscayaan akan fatwa baru, kata Wapres, penting karena sumber hukum utama Al-Qur'an dan Hadits sangat terbatas, sementara permasalahan baru dan terbaru datang silih berganti.

“Orang yang berpikir bahwa hukum tidak bisa diubah, maka bisa dipastikan orang itu tidak memahami Islam itu sendiri,” terangnya.

Lanjut Kiai Ma'ruf, NU sejatinya sudah lama mengadopsi fleksibilitas dan pemikiran Islam. Itu dilaksanakannya pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU di Lampung tahun 1992 silam.

“NU telah memiliki metodologi induksi untuk menghadapi isu-isu kontemporer baik wacana maupun metodologi, sehingga NU dalam menyaksikan realitas tidak semena-mena mengutip, melainkan melalui ijtima ulama melalui ushul fiqih,” ungkapnya. 

Tak hanya itu, pertemuan itu juga mendefinisikan karakteristik NU yang moderat dan berbasis metodologi. Oleh karena itu, NU dapat mengemukakan metodologi global dan terkini.

“Karena kami sadar bahwa membangun peradaban itu penting. Manusia bertugas mengelola peradaban dunia dan bertanggung jawab memakmurkan bumi,” pungkasnya.

Penulis
Khoirul Anam
Editor
Adi Purnomo S

Tags :