Kiai Muhammad Al-Fayyadl: Cara Mengukur Keimanan Kita
Selasa, 09 Januari 2024 - 23:12alfikr.id, Probolinggo- Inti ajaran ilmu tauhid tidak lepas dari dua dimensi
keimanan, yakni meyakini tiada Tuhan selain Allah SWT dan percaya bahwa Nabi
Muhammad SAW merupakan Nabi terakhir utusan Allah. Ulasan iman tersebut diterangkan oleh Kiai Muhammad Al-Fayyadl saat acara Refleksi Akhir Tahun 2023 di
Aula I Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, (31/12/2023).
Menurut Kiai Muhammad Al-Fayyadl iman merupakan landasan
utama bagi setiap orang mukmin berkeyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Menurut
para ulama ketika iman dalam keadaan lemah di tandai dengan menurunnya tingkat
ibadah seseorang.
Namun, bagaimana untuk mengetahui keberadaan iman diri
kita, beliau mengisyaratkan untuk memegang dada di sebelah kiri dengan tangan
kanan, seraya bertanya pada diri sendiri, siapa yang menghidupkan aku? Dan
siapa yang akan mencabut nyawaku nanti? Ketika pada saat melakukan bergetar
nama Allah, maka dapat di katakan masih terdapat iman di dalam diri seseorang. "Itu
alat cek iman," kata Gus Fayyadl.
Ketika iman seseorang lemah akan mudah terdorong kepada
perbuatan maksiat. Karena terdapat tipuan setan pada seseorang yang membuat
nafsunya bergejolak. Biasanya ciri-ciri itu di tandai apabila seseorang selalu
dalam keadaan gelisah.
"Ini analisanya Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, karena tiupan panas dari setan maka di dalam diri kita terjadi
sesuatu yang menggelegak, cirinya adalah gelisah, maka ketika seseorang lagi
gelisah berarti itu tanda sedang dalam dorongan untuk melakukan bermaksiat, itu
tanda imannya lagi drop,” dawuhnya.
Secara umum ada beberapa faktor penyebab kegelisahan,
bisa terjadi karena ada rasa takut dan sedih. Biasanya untuk menghilangkan kegelisahan
seperti itu cukup dengan melakukan refreshing. Tetapi berbeda dengan
gelisah karena dorongan maksiat, ia hanya bisa di tangani dengan cara syariah,
seperti menikah dan berpuasa.
"Makanya kalau orang mengalami kegelisahan seperti itu,
dianjurkan untuk segera menikah. Kalau tidak memungkinkan menikah, bisa
berpuasa, amalan-amalan, dan seterusnya,” ucap Gus Fayyadl.
Gus Fayyadl juga mengutip pendapat Imam Al- Haddad
dalam kitabnya yang berjudul Adabul Sulukil Murid. Iman Al- Haddad
menyebutkan, bahwa terdapat dua ciri iman seseorang itu dalam keadaan baik,
yaitu rasa takut kepada Allah dan rasa rindu (asyawq) kepada Allah.
“Yang disebut dengan kerinduan (asyawq)
ingin melakukan sesuatu yang terbaik untuk Allah. Rasanya tiba-tiba, pengen
rasanya saya sujud di depan ka’bah, ini bisa jadi dorongan luar biasa untuk
iman, dan bahkan ini tanda iman yang sehat,” pungkasnya.