Kiai Zuhri : Merugilah Orang yang Mencari Kebahagiaan dari Materi

Rabu, 25 Januari 2017 - 18:16
Bagikan :
Kiai Zuhri : Merugilah Orang yang Mencari Kebahagiaan dari Materi
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH Moh Zuhri Zaini. (Foto: ALFIKR.CO)

PROBOLINGGO, ALFIKR.CO – “Tidak selamanya hidup fakir atau hidup sederhana berada dalam posisi rendah dan terhina. Hidup fakir adalah hamparan anugerah Allah yang hakiki.  Sementara bagi orang arif (makrifat), hidup fakir di dunia adalah merupakan kesempatan untuk memperoleh anugerah Allah yang bersifat kerohanian.”

Itulah materi kajian kitab Al Hikam yang diasuh Kiai Moh. Zuhri Zaini, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid. Menurut Kiai Zuhri, apa artinya punya harta banyak dan kedudukan tinggi tapi hatinya tidak tenang. Padahal perasaan sedih dan gembira sumbernya dari hati. Karena itu, sangat keliru kalau orang mencari kebahagiaan hidup pada tumpukan materi dan jabatan.

Akan tetapi, bukan berarti hidup di dunia tidak membutuhkan materi dan kedudukan. Melainkan harus disadari bahwa semua itu hanya sarana yang mesti digunakan untuk menunaikan kewajiban.

“Kalau orang menggunakan harta dan kedudukan sebagai sarana untuk mencari kesenangan pasti tidak akan pernah mencapainya. Jadi orang yang selalu merasa kurang tidak akan pernah menikmatinya karena tidak puas. Kurang satu ingin dua, kurang dua ingin tiga, begitu seterusnya,” terang kiai yang juga Wakil Rois Syuriah PWNU Jawa Timur ini.

Kiai Zuhri menambahkan, ketika hati yang bahagia karena konaah (menerima) dan bersabar, maka orang tersebut tidak akan bergantung pada materi atau jabatan. Entah orang itu kaya atau miskin, punya kedudukan tinggi atau tidak.

Namun Kiai Zuhri menganjurkan, jika hidup miskin maka bersabar, sementara bagi orang kaya patut bersyukur dan waspada akan harta yang dimiliki jangan sampai tergantung pada materi. Beliau menambahkan, bahkan bagi orang arif (ma’rifat) hidup miskin malah bersyukur.

Bagi orang yang tidak tahu hakekat kehidupan bersyukur ketika hidup fakir, dianggap tidak logis. Padahal bagi orang arif, hidup fakir terdapat banyak hamparan anugerah Allah yang bersifat hakiki.

“Ketika orang yang tingkatan makrifat, dalam keadaan susah justru mengingat Tuhan dan biasanya memperbanyak zikir, doa, tahajud dan sebagainya sehingga hatinya dekat. Berarti kesusahan itu mendekatkan orang pada Allah,” ujarnya.

Sementara orang yang tidak kenal tuhan, hidup dalam kondisi susah justru malah tambah bahaya. Banyak orang ketika fakir justru melakukan maksiat, mencuri, menipu korupsi dan sebagainya. Situasi ini bukan karena fakirnya, tapi karena tidak mengenal tuhan. Karena itu, kewajiban yang pertama adalah mengenal Allah. Oleh karen itu, lanjut Kiai Zuhri, orang beriman tidak ada ruginya, baik hidup miskin maupun kaya.*

Penulis
Putro Hadi
Editor
Ahmad Efendi

Tags :