Benarkah BLT Mampu Menjadi Solusi Kenaikan BBM?

Kamis, 08 September 2022 - 18:29
Bagikan :
Benarkah BLT Mampu Menjadi Solusi Kenaikan BBM?
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyampaikan keterangan kepada wartawan tentang penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Senin (23/3). ANTARA

alfikr.id, Probolinggo-Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan pemberian Bantuan Langsung Tunai pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BLT BBM) kepada warga miskin bertujuan menjaga angka kemiskinan ekstrem supaya tidak melonjak.

Ma’ruf Amin menuturkan pemerintah terus fokus dalam mencapai target nol persen untuk kemiskinan ekstrem pada 2021. Adanya kebijakan pemerintah berupa kenaikan harga BBM, katanya, harus dipahami masyarakat sebagai cara untuk menata kembali pemberian subsidi. 

Ia mengaku kenaikan BBM itu berimbas pada pelbagai kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok. Namun ia mengklaim hal itu hanya bersifat sementara. “Karena sejatinya bukan kenaikan harga tapi penyesuaian atau normalisasi harga keekonomian barang dan jasa,” dalihnya. 

Ia menerangkan bahwa kenaikan BBM itu disebabkan karena krisis energi yang melanda dunia. Beberapa pihak mengkhawatirkan hal itu akan berpengarah terhadap angka kemiskinan. Namun menurut Ma’ruf hal itu harus dibuktikan berdasarkan analisis BPS. “Pada prinsipnya, pemerintah terus mengawal proses ini agar dampak negatif tidak terlalu besar bagi kehidupan ekonomi masyarakat,” kata dia. 

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) mulai menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) pengalihan subsidi BBM sebesar Rp 600.000 per keluarga sebagai bantalan atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dan Solar. 

Bantuan akan diberikan untuk empat bulan, yaitu September hingga Desember 2022, masing-masing Rp150 ribu per bulan. Namun, mekanisme penyalurannya dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama pada September ini Rp300 ribu dan dilanjutkan tahap kedua pada Desember 2022 senilai Rp 300 ribu lagi. Sehingga total bantuan per KPM sebesar Rp600 ribu. 

BLT Menyelesaikan Masalah?

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menyebut bahwa nilai bansos yang diberikan pemerintah terlalu kecil dan tidak bisa menutup kebutuhan sehari-hari masyarakat. 

“Masyarakat khawatir naiknya harga bbm bersubsidi akan berdampak pada semua sektor, termasuk pangan dan transportasi,” katanya seperti dikutip Kompas TV.

Ia menegaskan seharusnya pemerintah memastikan semua bantuan sosial tepat sasaran dan mampu menekan naiknya inflasi yang bisa menggerus daya beli masyarakat. 

Hal senada juga diutarakan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira. Ia menuturkan subsidi BBM yang ditambahkan daripada dialihkan ke bantuan sosial. Menurutnya bansos yang hanya melindungi orang miskin dalam waktu empat bulan, tidak akan cukup dalam mengompensasi efek kenaikan harga BBM. 

“Lebih baik subsidi BBM ditambah dibanding dialihkan ke bansos," kata dia kepada Tirto.id

Ia mencontohkan ada kelas menengah rentan, sebelum kenaikan harga Pertalite masih sanggup membeli di harga Rp7.650 per liter, sekarang harga Rp10.000 per liter mereka justru akan turun kelas jadi orang miskin. 

Data orang rentan miskin ini menurutnya sangat mungkin tidak tercover dalam BLT BBM, karena adanya penambahan orang miskin usai kebijakan BBM subsidi naik. “Pemerintah perlu mempersiapkan efek berantai naiknya jumlah orang miskin baru dalam waktu dekat,” kata Bhima.

Apa yang disampaikan Bhisma sejalan dengan catatan World Bank pada tahun 2020. Mereka menyebut 115 juta dari 267 juta penduduk Indonesia termasuk kategori aspiring middle class (tidak miskin, tapi juga belum aman secara ekonomi) dengan pengeluaran antara Rp 2-4,8 juta per bulan.

Data tersebut sesuai dengan catatan Badan Pusat Statistik (BPS). Mereka mencatat adanya peningkatan pada garis kemiskinan pada Maret 2022 menjadi Rp505.469 per kapita per bulan. Angka itu naik 4,0 persen dari batas kemiskinan per September 2021 yang sebesar Rp486.168 per kapita per bulan. 

Di sisi lain, terkait bansos, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan selalu ada potensi penyelewengan dalam praktik penyaluran dana bansos atas pengalihan subsidi BBM. 

ICW bersama dengan jaringan masyarakat sipil pernah merilis kajian pada 2021 yang mengungkapkan permasalahan bansos terletak pada beberapa hal, termasuk persoalan pendataan, potensi korupsi, distribusi, dan transparansi data penerima bansos. 

Penulis
Adi Purnomo S
Editor
Adi Purnomo S

Tags :