Tomia, Primadona yang Menawan

Rabu, 17 Juli 2024 - 05:55
Bagikan :
Tomia, Primadona yang Menawan
Potret yang di ambil dari ketinggian Puncak Pulau Tomia, Wakatobi. [Sumber Foto: @farizoiphotowork]

Pulau Tomia merupakan sebuah pulau yang memiliki sumber daya laut yang melimpah ruah serta memiliki beragam hasil karya budaya dan kesenian. Pulau ini juga terkenal dengan keindahan terumbu karangnya. Berikut laporan wartawan ALFIKR La Eni, di Majalah edisi 20.

alfikr.id, Wakatobi- Pelayaran dari kota Bau-Bau menuju Pulau Tomia di wilayah Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara membutuhkan waktu sekitar 10 sampai 12 jam menggunakan Kapal Motor Penumpang (KMP) Permai Indah, serasa berada dalam ayunan, akibat derasnya ombak yang menerjang. Saat itu, musim kemarau, biasa dikenal oleh masyarakat Tomia dengan "Musim Timur". Pada musim inilah di perairan Tomia sering terjadi ombak besar.

Kondisi ombak yang tidak menentu membuat jadwal pelayaran kapal di pelabuhan Murhum, Bau-Bau menuju pulau tersebut, seringkali berubah-ubah. Sehingga, calon penumpang yang akan menuju Tomia terlantar di dermaga. Oleh sebab itu, butuh kesabaran untuk berkunjung ke pulau tersebut. Karena itu, banyak wisatawan yang ingin menikmati keindahan Tomia, memilih menggunakan jalur udara dari Pulau Bali atau daerah lainnya menuju bandara Air Maranggo.

Pulau Tomia merupakan salah satu diantara empat pulau yang juga memiliki keindahan bawah laut dan kaya akan karya budaya, yakni, Wanci, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Pengabungan nama keempat pulau itu, yang digunakan sebagai nama Kabupaten Wakatobi, Wa (Pulau Wanci), Ka (Pulau Kaledupa), To (Pulau Tomia), Bi (Pulau Binongko).

Dari keempat pulau tersebut, kru ALFIKR memilih Pulau Tomia yang juga dikenal dengan sebutan Pulau Karang karena lebih memiliki keindahan terumbu karang di dasar laut. Dan ini, adalah salah satu perjalanan terjauh yang pernah dilakukan kru ALFIKR.

Pulau Tomia yang terbagi menjadi dua kecamatan dan 15 desa ini, memiliki karakteristik bebatuan yang mendominasi sekitar 95%. Meskipun kondisinya bebatuan, seni bercocok tanam di Pulau Tomia tak hilang. Sebagian masyarakat di pulau itu banyak menanam pelbagai tanaman. Salah satunya, bawang merah, sayuran: mentimun, cabe rawit dan tomat. Selain itu, tanaman singkong juga menjamur di sana.

Selain itu, luasnya juga tidak seberapa. Berkeliling dengan kendaraan motor hanya membutuhkan waktu dua sampai tiga jam. Penghuni pulau yang mayoritas muslim ini, terdiri dari berbagai suku, diantaranya suku Bajo, Bugis, Jawa dan suku Buton/Wakatobi.

Sejarah Pulau Tomia

Menurut cerita yang disampaikan oleh Hasan Jandi, Kepala Desa Lagole, Pulau Tomia ditemukan pertama kali oleh Sipaknyong, seorang pria Tobelo Maluku Utara yang terdampar di Pulau itu ketika hendak berdagang ke Ambon.

Diceritakan bahwa dalam perjalanannya ia terbawa angin utara yang sangat kencang. Karena itu, perahu yang ditumpanginya hancur setelah menabrak karang dan terdampar di Korommaha (gugusan karang yang terletak di sebelah tenggara Pulau Tomia). Di Korommaha ini kemudian Sipaknyong membuat sebuah rakitan dari puing-puing kapalnya yang telah hancur untuk menuju Tomia.

Sekian lama tinggal seorang diri di Tomia, datanglah Timbarado dari tanah Jawa bersama istrinya yang bernama Sutinya. Karena rasa khawatir terhadap keselamatan istrinya, ketika Sipaknyong datang menghampiri, Timbarado menyembunyikan istrinya di dalam palka (ruang bawah kapal).

Setelah saling mengenal cukup lama, maka, timbul inisiatif dari Timbarado untuk memperkenalkan istrinya kepada Sipaknyong. Karena takut tersinggung diambillah kerang yang sangat besar dan istrinya dimasukkan ke dalam kerang tersebut. Harapannya, di hadapan Sipaknyong, istrinya seolah-olah muncul dari dalam kerang (bagaikan di film jini oh jini).

“Dari situlah cikal bakal popularitas orang Tomi dimulai, maka dari itu jangan heran kalau orang desa kulati kulitnya Kuning langsat, sedangkan orang desa Lagole (kedua Desa yang berada di Tomia) kulitnya hitam-hitam walaupun tinggalnya di gunung,” ujar Hasan Jandi, seorang pakar sejarah Tomia sekaligus Yaro (kepala desa) Lagole sambil tersenyum.

Nama Tomia konon, diambil dari sebuah batu yang tampak seperti manusia jika dilihat dari jauh. Diceritakan, suatu hari ada sekelompok orang yang berlayar di pesisir Pulau Tomia, melihat batu yang tampak seperti manusia. Lalu mereka melontarkan kata "TE-MIA" yang memiliki arti manusia.

Sayangnya, batu itu tak lagi nampak seperti potongan manusia jika dilihat dari kejauhan. Karena sudah ditumbuhi pohon beringin yang besar.

Selain menjadi primadona karena keelokan terumbu karang dan kekayaan khazanah budayanya, Tomia juga dikenal karena memiliki potensi wisata ziarah berupa makam Nce' Sulaiman, seorang toko penyiar Islam putra Maulana Malik Ibrahim, salah seorang wali yang makamnya ada di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, dengan istrinya yang bernama Singku Jalima. Sebelum berangkat untuk berdakwah, Maulana Malik berpesan agar apabila janin yang dikandungnya lahir kelak, diberi nama Sulaiman.

Makam Nce' ini terletak di Benteng Suo-Suo Desa Kahiyangan. Benteng ini diberikan oleh Raja Sangaji penguasa pertama kali di pulau ini, atau yang dikenal dengan kerajaan Suiya kepada Maulana Malik Ibrahim biasa dikenal dengan sebutan Sibartan atau Sibatara.

“Makam itu sangat dihormati dan sering diziarahi karena Nce' Sulaiman dianggap cukup berjasa sebagai penyiar agama Islam di sini,” kata Hasan Jandi.

Penulis
Ibrahim La Haris
Editor
Adi Purnomo S

Tags :